REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia kembali mengalami peningkatan impor sebesar pada Januari 2017 sebesar 14,54 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Peningkatan ini dipicu oleh kenaikan impor nonmigas sebesar 10,12 persen dan sektor migas yang naik sebesar 48,03 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, peningkatan impor pada periode Januari 2017 ini masih dipicu oleh ketergantungan Indonesia pada impor bahan bakar minyak (BBM) dan bahan baku produksi. Pada tahun ini, ketergantungan Indonesia atas impor bahan kimia organik dan peralatan mekanik pada sektor nonmigas mencapai masing-masing 33,54 persen dan 12 persen.
"Sedangkan untuk impor bahan baku dan barang modal meningkat masing-masing 20,92 persen dan 6,04 persen," ujar Suhariyanto di Gedung BPS, Kamis (16/2).
Sementara itu, kenaikan impor migas dipicu oleh naiknya nilai impor hasil minyak sebesar 319,9 juta dolar AS dan gas sebesar 76,3 juta dolar AS. Selama tiga bulan terakhir, nilai impor migas tertiggi tercatat pada Januari 2017 dengan nilai menapai 1,808,2 juta dolar AS dan terendah pada Februari 2016 sebesar 1.122,9 juta dolar AS.
Pada sektor nonmigas, Indonesia masih bertumpu pada barang barang baku seperti biji-bijian berminyak, pupuk, kapas dan kayu. Masing-masing barang tersebut mengalami peningkatan ekspor sebesar 53,35 persen, pupuk 42,14 persen, kapas 15,40 persen dan kayu sebesar 29,3 persen.
Dilihat dari peranannya, 10 golongan barang pemicu impor nonmigas berkontribusi sekitar 44,64 persen dari sleuruh total impor nonmigas Indonesia pada Januari 2017 ini.
"Kalau dilihat dari negara asal pengimpor, Indonesia masih bertumpu pada Cina. Selain itu, pada Januari 2017 ini, Singapura dan Australia juga mengalami peningkatan ekspor ke Indonesia," ujar Suhariyanto.