REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Dua nasabah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri Group yakni Jamal (30) dan Dewi (35) mempertanyakan kinerja aparat kepolisian yang hingga kini belum dapat menemukan atau menangkap penanggungjawab KSP Pandawa Mandiri Group, Salman Nuryanto. Salman saat ini telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Metro Jaya.
"Saya pantau terus, tapi kok tak ada perkembangan, saya datang ke Polres Depok kayaknya kasusnya dilimpahkan ke Polda Metro Jaya. Kok susah sekali ya menangkap Salman," tanya Jamal, seorang nasabah warga Pancoran Mas Depok saat dimintai komentarnya, Jumat (17/2).
Jamal sedikit curiga dengan menghilangnya Salman yang bertanggungjawab dengan bisnis investasi bodong yang dikelola KSP Pandawa dengan jumlag korban yang cukup banyak. "Korbannya banyak mencapai ribuan orang, saya dengar kabar juga uang yang berhasil dikumpulkan mencapai triliunan rupiah, mestinya kan aparat kepolisian serius menangani kasus ini. Jangan-jangan Salman bukan kabur atau menghilang tapi memang sengaja 'dihilangkan' oleh leader-leader dari oknum aparat keamanan, Polri maupun TNI," tuturnya.
Jamal sebagai nasabah KSP Pandawa menanamkan uangnya sebesar Rp 200 juta dari uang pribadinya dan sudah bergabung selama enam bulan, sejak September 2016. Dia mengaku tahu betul nasabah-nasabahnya KSP itu mulai dari kalangan pedagang, mahasiswa, ibu rumah tangga, pegawai negeri, dan juga ada dari kalangan Polri dan TNI.
"Saya beberpa kali melihat Salman dengan baju khasnya yakni baju koko bersorban, dengan kain sorban yang melilit di kepalanya, berjalan menggunakan tongkat kebesarannya yang selalu dikawal dari pengawal berpakaian sipil berbadan tegap dan juga dikawal beberapa oknum TNI berpakaian kedinasan TNI. Kerap terlihat saat ada pertemuan baik di kantor Pandawa maupun di rumah Salman di kawasan Limo, Depok," ungkapnya.
Dewi, nasabah warga Beji yang menginvestasikan dananya Rp 50 juta mengaku tergiur karena prospek yang ditawarkan dengan menanamkan uang lewat leader KSP Pandawa dengan janji bunga mencapai 10 persen per bulannya. "Saya baru ikut dua bulan, sejak Desember 2016 lalu, tapi setelah ada teguran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kalau investasi tersebut ilegal saya menyesal dan langsung mencoba menarik uang saya namun tak bisa dengan mudah untuk saya tarik dengan banyak alasan dan janji-janji," paparnya.
Dewi juga mengutarakan, sebenarnya ada kesepakatan dalam perjanjian yang tidak ditepati KSP Pandawa. "Saya juga enggak ada kepastian dari pihak Pandawanya bahwa modal bisa ditarik. Tapi ini kan nggak jelas, makanya saya kecewa dengan kinerja polisi, kok tak kunjung selesai kasusnya dan kok susah banget sih nangkap si Salman ini," tegasnya.
Menurut Dewi, dalam perjanjian itu KSP Pandawa wajib memberikan bunga sebesar 10 persen tiap bulan dari nilai investasi yang disetorkan nasabah. Namun dua bulan terakhir Dewi dan Jamal tidak mendapatkan apa yang dijanjikan. Namun sebelumnya keduanya mengaku mendapatkan bunga. "Sejak Desember mandek. Saya ada rencana mau tarik awal Desember, tapi ketika itu dilarang dengan alasan sejak 8 Desember hingga 8 Januari akan ada penataan administrasi sehingga tidak ada transaksi," tuturnya.
Jamal mengaku sampai menjual mobilnya karena percaya untuk investasi ke Pandawa lantaran diberikan pemahaman atau istilahnya perspektus dari leadernya. "Dibilangnya usaha ini real akan dialirkan ke UKM, nelayan, pedagang yang tidak tersentuh perbankan. Ya saya percaya itu," tegas Jamal.
Jamal dan Dewi sudah berupaya meminta kejelasan permasalahan itu kepada leadernya masing-masing. Namun keduanya tidak dapat kepastian apa pun. "Leader juga enggak kasih informasi apa-apa ke saya," ucap Jamal dan Dewi. (rusdy