REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ahli dapat memperkirakan racun yang digunakan pelaku pembunuhan Kim Jong-nam, dengan melihat aspek Biosecurity dan isu CBRN dalam penggunaan semprotan racun. Menurut pemerhati neurosains dan biosecurity, Wawan Mulyawan, tetrodotoxin atau racun ikan fugu paling mungkin menjadi zat kimia penyebab tewasnya saudara seayah pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un.
"Ada banyak hal tekait biosecurity dan isu CBRN (chemical, biological, radiological, and nuclear) hazards dalam kasus ini yang harus diungkap. Kemungkinan bahwa zat itu adalah tetrodotoxin dan bukan yang lain," ujar Wawan, dalam pernyataan resmi yang diterima Republika.co.id, Sabtu (18/2).
Ia mengaku, tetrodotoxin dapat membunuh lebih cepat dari racun sianida yang banyak digunakan dalam kasus pembunuhan di Indonesia. Racun ikan fugu yang diekstraksi dan dijadikan racun, hanya membutuhkan sebanyak 1-2 mg/kgBB untuk bisa membunuh manusia.
Jika Kim Jong-nam memiliki berat tubuh sekitar 80 kg, maka dosis letalnya sekitar 100 mg (0,1 gram). Jauh lebih rendah dibandingkan dengan racun sianida yang memerlukan dosis dua hingga empat kali lipatnya untuk bisa menyebabkan kematian.
"Selain itu racun ikan fugu (tetrodotoxin) juga dapat diberikan sebagai agen racun pembunuh dengan cara ditelan, disuntikkan, dan dihirup uapnya," ungkap Wawan, yang juga menjabat sebagai Scientific Committee Member dari GHSA-ICMM TTX on Biosecurity 2017.
Melihat kronologis kematian Kim Jong-nam, diketahui proses peracunan berjalan hanya beberapa detik melalui penyemprotan oleh pelaku. Setelah itu, Kim terlihat seperti kesakitan dan mendatangi klinik bandara, namun dikabarkan meninggal dunia dalam perjalanan ke rumah sakit.
"Diperkirakan rentang waktu serangan posion spray sampai ke kematian sekitar kurang lebih setengah jam," kata dia.
Wawan menjelaskan, hingga saat ini belum ada obat penawar yang ditemukan dan disetujui untuk digunakan pada manusia terkait racun tetrodotoxin. Beberapa penelitian di tingkat laboratorium melihat peluang antibody monoclonal spesifik yang mungkin digunakan sebagai penawar, namun belum memberikan hasil yang menggembirakan.
"Dengan demikian, jika menyebabkan gagal napas, maka obatnya adalah masuk ICU dan dipasang alat bantu napas permanen sampai efek racun hilang dengan sendirinya. Ini pun jika tidak merusak sel saraf yang ada di organ tubuh yang lain," jelasnya.