REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tetrodotoxin atau racun ikan fugu diduga merupakan zat kimia yang paling mungkin menjadi penyebab tewasnya Kim Jong-nam di Kuala Lumpur, Senin (13/2). Pemerhati neurosains dan biosecurity, Wawan Mulyawan, mengemukakan gejala yang timbul jika seseorang terkena racun mematikan ini.
Menurutnya, gejala biasanya berkembang dalam waktu sekitar 30 menit sejak menelan racun, namun akan jauh lebih cepat jika disuntikkan atau dihirup. Dengan dosis letal atau mematikan, gejala biasanya muncul dalam belasan menit sejak menelan racun dan hanya hitungan beberapa menit saja jika dihirup.
"Rasa kesemutan atau nyeri di daerah yang disemprotkan atau di saluran napas dan hidung atau mulut yang diikuti rasa kesemutan atau nyeri pada seluruh tubuh. Banyak memproduksi ludah, berkeringat, sakit kepala, rasa lemah lesu, tangan dan kaki bergoyang (tremor), sampai kelumpuhan-kelumpuhan, sianosis, kejang, dan kematian pada akhirnya," kata Wawan, yang juga menjabat sebagai Scientific Committee Member dari GHSA-ICMM TTX on Biosecurity 2017.
Ia mengatakan, kematian biasanya cepat terjadi karena ketidakmampuan korban untuk bernapas, karena otot-otot pernapasan telah lumpuh. Tragisnya, meskipun benar-benar lumpuh, korban keracunan tetrodotoxin mungkin akan tetap sadar sesaat sebelum kematiannya.
Menurut Wawan, tetrodotoksin adalah racun yang dapat melumpuhkan saraf. Racun ini akan memblokade aliran ion natrium (Na+) ke dalam sel saraf, sehingga saraf tidak bisa menghantarkan aliran listrik sarafnya dan kemudian menyebabkan lumpuh saraf.
Akibat saraf lumpuh, maka otot-otot, mau pun saraf perasa dan saraf otonom (misalnya saraf yang mengatur kencing dan buang air besar) akan lumpuh juga. Jika racun mengenai otot pernapasan, maka korban tidak akan mampu bernapas.
"Jika mengenai otot jantung, akan membuat jantung berhenti. Jika mengenai kulit, akan membuat mati rasa atau kesemutan. Jika mengenai saraf buang air kecil, dan besar akan menjadi inkontinensia (tidak mampu mengontrol BAB/BAK), dan lain-lain," ungkap dia.
Wawan menjelaskan, hingga saat ini belum ada obat penawar yang ditemukan dan disetujui untuk digunakan pada manusia terkait racun tetrodotoxin. Beberapa penelitian di tingkat laboratorium melihat peluang antibody monoclonal spesifik yang mungkin digunakan sebagai penawar, namun belum memberikan hasil yang menggembirakan.
"Dengan demikian, jika menyebabkan gagal napas, maka obatnya adalah masuk ICU dan dipasang alat bantu napas permanen sampai efek racun hilang dengan sendirinya. Ini pun jika tidak merusak sel saraf yang ada di organ tubuh yang lain," jelasnya.