REPUBLIKA.CO.ID, BANJUL -- Adama Barrow resmi dilantik sebagai Presiden Gambia, di Ibu Kota Banjul, Gambia, Sabtu (18/2). Perhelatan dilakukan di depan ribuan orang, termasuk sejumlah pemimpin negara-negara Afrika lainnya.
Barrow untuk kedua kalinya mengambil sumpah sebagai orang nomor satu Gambia. Ini setelah pelantikannya sempat ditunda beberapa waktu lalu karena masalah transisi kekuasaan yang enggan dilakukan pendahulunya, mantan presiden Yahya Jammeh.
Pelantikan pertamanya dilakukan di Senegal bulan lalu. Saat itu, Barrow berada di pengasingan karena alasan keamanan dan keselamatan mengingat perebutan kekuasaan di Gambia.
"Ini adalah kemenangan bagi demokrasi dan mungkin hanya sedikit orang yang berpikir saya bisa berdiri di sini sebagai pemimpin baru Gambia," ujar Barrow dalam pidato pelantikan, dilansir BBC, Ahad (19/2).
Ia juga mengatakan bahwa Gambia saat ini sudah memiliki kekuatan untuk mengendalikan nasib. Pria berusia 51 tahun itu juga akan melakukan sejumlah langkah yang diinginkan banyak warga negara itu, yakini pembebasan tahanan politik dan meningkatkan kebebasan pers.
"Selama 22 tahun, banyak warga Gambia yang merindukan hidup dengan toleransi atas perbedaan dan tekad bekerja sama untuk kebaikan bersama," kata Barrow.
Sebelumnya, Jammeh yang menjadi Presiden Gambia kalah dalam pemilihan umum (pemilu) pada Desember 2016. Ia yang telah 22 tahun berkuasa di negara itu menolak hasil pemilihan dan mengajukan upaya untuk mempertahankan kekuasaannya ke Mahkamah Agung.
Selama bertahun-tahun lamanya, Jammeh dianggap sebagai pemimpin diktator yang melarang kebebasan berbicara serta penegakan hak asasi manusia (ham). Namun, ia setuju untuk menyerahkan jabatannya secara damai setelah desakan dari kekuatan regional Gambia. Saat ini, ia mengasingkan diri di Guinea Ekuatorial.