REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tempat pemungutan suara (TPS) 001 Kelurahan Utan Panjang Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat dan TPS 029 Kelurahan Kalibata Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan melakukan pemungutan suara ulang (PSU) pada Ahad (19/2). Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta, Sumarno mengungkapkan hal tersebut atas rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta.
"Rekomendasi pemungutan suara ulang itu aturannya paling lama dua hari setelah pemungutan suara, dan pelaksanaannya paling lama empat hari setelah pemungutan suara. Jadi, hari ini adalah hari terakhir pelaksana pemungutan suara ulang," ujar Sumarno di TPS 001 Kelurahan Utan Panjang Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat, Ahad (19/2).
Sebelumnya, jumlah pemilih pada pemungutan suara pertama, Rabu (15/2), berjumlah 442 pemilih. Sementara, pemungutan suara ulang pada Ahad (19/2) berjumlah 257 pemilih. Artinya, partisipasi pemilih mengalami penurunan dibanding sebelumnya.
Menurut Sumarno, tingkat partisipasi yang menurun di pemungutan suara ulang merupakan risiko yang dikhawatirkan. Ia memberikan kritik kepada Bawaslu DKI Jakarta karena rekomendasi yang mendadak dan menyebabkan petugas tidak bisa mempersiapkan secara maksimal.
"Bagaimana mungkin tadi malam masih harus menyelesaikan penulisan C6, kemudian diedarkan tadi malam. Mungkin juga kalaupun toh itu sampai, warga juga kemudian sangat mendadak mungkin sudah punya agenda dan sebagainya," katanya.
Hasil yang dihitung sah, Sumarno mengatakan, adalah hasil pemungutan suara ulang. Sisi lain, Sumarno akan mengevaluasi tiga poin untuk menghadapi pilkada putaran kedua, yaitu sumber daya manusia (SDM), soal daftar pemilih, dan soal logistik.
"Pertama adalah SDM. Penyelenggara di tingkat bawah (seperti) KPPS, PPS, BPK tingkat kota, tingkat provinsi, itu harus dievaluasi. Kedua, soal daftar pemilih. Itu akan dilakukan pembenahan. Kemarin terbukti masih banyak warga yang belum terdaftar sebagai pemilih. Ini akan dilakukan pembenahan," katanya.
Pembenahan tersebut dilakukan tidak hanya dari pihak KPU DKI Jakarta. Sebab, warga yang sudah didata, banyak yang tidak memberikan akses. Terutama di apartemen, perumahan eksklusif, dan rumah mewah.
"Ketiga, soal logistik, harus dipastikan mencukupi dari jumlah pemilih. Kalau data pemilih kita akurat, logistik akan terpenuhi," katanya.