Ahad 19 Feb 2017 19:26 WIB

Kematian Ibu dan Bayi di Indramayu Sangat Tinggi

Rep: Lilis Handayani/ Red: Winda Destiana Putri
ANGKA KEMATIAN IBU DAN ANAK. Seorang ibu bercanda dengan anaknya sebelum melakukan pemeriksaan kesehatan bayi di Posyandu Kama di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Kamis (18/4).
Foto: ANTARA/M Agung Rajasa
ANGKA KEMATIAN IBU DAN ANAK. Seorang ibu bercanda dengan anaknya sebelum melakukan pemeriksaan kesehatan bayi di Posyandu Kama di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Kamis (18/4).

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Jumlah kematian ibu dan bayi di Kabupaten Indramayu, sangat tinggi. Sejumlah program pun akan dilakukan untuk mengatasi kondisi tersebut.

 

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, Deden Boni Koswara menyebutkan, sejak Januari 2017 hingga saat ini, jumlah kematian ibu di Kabupaten Indramayu ada lima kasus. Sementara jumlah kematian bayi hingga kini masih dilakukan pengumpulan data.

 

Sedangkan sepanjang 2016 lalu, jumlah kematian ibu di Kabupaten Indramayu ada 60 kasus. Sedangkan kematian bayi, ada 314 kasus. "Ini sangat tinggi," ujar Deden, saat ditemui akhir pekan kemarin.

 

Deden menyebutkan, di Jabar, jumlah kematian ibu di Kabupaten Indramayu menempati rangking ketiga tertinggi. Sedangkan jumlah kematian bayi, menempati rangking kedua tertinggi di Jabar.

 

Deden menyebutkan, ada tiga faktor penyebab tingginya kasus kematian ibu dan bayi di Indramayu. Yakni dari faktor masyarakat, puskesmas sebagai fasilitas kesehatan pertama dan rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan kedua.

 

Untuk faktor masyarakat, terang Deden, masih ada persalinan ibu melahirkan yang ditolong oleh dukun. Selain itu, mereka juga terlambat datang ke fasilitas kesehatan karena khawatir masalah biaya maupun kekhawatiran lainnya.

 

Sedangkan dari faktor puskesmas, Deden menyebut hal itu menyangkut kompetensi petugas kesehatan, termasuk kemampuan bidan. Sementara dari faktor rumah sakit, selain karena memang semua pasien yang dirujuk sudah dalam kondisi kurang baik, sarana dan prasrana di rumah sakit juga ada yang masih kurang.

 

Ketika ditanyakan adanya bidan desa yang belum tinggal di desa tempat mereka bertugas, Deden mengakuinya. Dia pun meminta semua bidan desa tinggal di desa tempat mereka bertugas. "(Bidan desa harus tinggal di desa) karena persalinan di jam kerja harus dilayani di fasilitas kesehatan yakni puskesmas," kata Deden.

 

Sementara itu, untuk menurunkan tingginya kasus kematian ibu dan bayi, Deden mengungkapkan, ada dua program yang disiapkan. Yakni program siaga ibu bayi indramayu (Sibayu) dan desa siaga (Sidesi).

 

Khusus untuk program Sidesi, terang Deden, pada tahun ini disiapkan minimal satu desa siaga per puskesmas. Dengan jumlah 49 puskesmas di Kabupaten Indramayu, maka minimal akan ada 49 desa yang akan jadi contoh desa siaga.

 

Tak hanya itu, Bupati Indramayu, Anna Sophanah, juga telah mengeluarkan Perbup No 31 Tahun 2016 tentang Penyelamatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak Balita. Dalam perbup tersebut dijelaskan mengenai upaya-upaya penyelamatan ibu, bayi baru lahir dan balita. "Diharapkan dengan kolaborasi antara desa siaga dan partisipasi masyarakat serta didukung perbup, maka kematian ibu dan bayi bisa menurun," tegas Deden.

 

Terpisah, Koordinator Forum Masyarakat Madani Dharma Ibu dan Bayi, Darwini, saat dimintai tanggapannya, berharap Perbub Nomor 31 Tahun 2016 tentang Penyelamatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak Balita yang ditandatangani Bupati Indramayu, Anna Sophanah pada Oktober 2016 disosialisasikan sampai ke tingkat desa. Pasalnya, di dalam perbub itu mengatur agar masing-masing desa membuat perdes tentang kesehatan ibu melahirkan. "(Sampai saat ini), perbup itu belum semua tersosialisasikan," tandas Darwini.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement