REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ruang publik di Indonesia, terutama media sosial (medsos), belakangan ini dipenuhi oleh keberadaan buzzer. Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, mereka sangat lihai mengelola fitnah dan kebohongan sebagai isu publik. Terlebih, dalam momentum politik seperti pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2017 ini.
"Para tuyul modern ini sangat bersemangat mengotori ruang publik dengan fitnah dan pembodohan," ujarnya, Senin (20/2).
Buzzer, kata Dahnil, adalah sekelompok orang yang dibayar untuk kepentingan politik tertentu dengan tugas membuat dan menyebar fitnah untuk menjatuhkan lawan politik. Dia menyebut, dalam perspektif Islam, mencari-cari kesalahan orang lain dan menggunjingkannya adalah perbuatan keji yang diumpamakan dengan memakan bangai saudara sendiri (Alquran surah al-Hujurat ayat 12). Bahkan, perilaku fitnah disebut lebih keji dari pembunuhan (Alquran surah al-Barqarah ayat 191).
"Sayangnya, perilaku menyebar fitnah dan pembodohan ini justru dijadikan profesi untuk mencari nafkah oleh sebagian orang. Harta yang didapat dari perbuatan terlarang (menebar fitnah) jelas keharamannya," kata dia.
Dahnil mengatakan, Alquran melarang tegas untuk memproduksi dan menyebar fitnah. "Bahkan jika fitnah tersebut sudah sangat merugikan kepetingan umat, kita diperintahkan memeranginya," ujarnya. Hal ini sesuai dengan yang terkandung dalam Alquran surah al-Baqarah ayat 193, yang berbunyi "Dan perangilah mereka itu sehingga tidak ada fitnah lagi dan ketaatan itu semata-mata kepada Allah".