REPUBLIKA.CO.ID, ROME -- Paus Fransiskus memeringatkan para politikus harus mengurangi perdebatan dan berhenti saling hujat. Para pemimpin harus membuka dialog dengan kubu yang bersebrangan.
"Menghujat kini jadi hal biasa. Padahal, kita harusnya merendahkan suara saat bicara, sedikit bicara, dan lebih banyak mendengar," kata Paus Fransiskus kepada mahasiswa di Roma seperti dikutip CBN News, akhir pekan lalu.
Di koran, kata Paus Fransiskus, para politis mengujat sana sini. Tapi di kehidupan harian, standar politik sudah jauh merosot. "Saya bicara soal masyarakat dunia. Kita kehilangan kepekaan membangung ko-eksistensi dalam masyarakat dan ko-eksistensi dibangun di atas dialog," kata Paus Fransiskus.
Ia juga memerhatikan dalam depat politik di televisi, satu politisi memotong pembicaraan politisi lain. Ia meminta para politisi bicara dan berdialog dengan sabar.
"Perang dimulai dari hati kita, saat kita tak bisa membuka hati, menghormati, bicara, dan berdialog dengan orang lain. Di sana perang dimulai," kata Paus Fransiskus.
Paus Fransiskus yang lahir di Argentina dari orangtua berdarah Italia, juga mewanti-wanti gerakan anti imigran dan meminta para pendatang diperlakukan laiknya saudara sesama manusia. Ia memerhatikan gerakan ini mulai tumbuh di AS dan beberapa negara Eropa.
Migrasi, lanjut Paus Fransiskus, bukanlah bahaya. Para imigran adalah tantangan untuk tumbuh. Karena itu, kata dia, penting mengikutsertakan dalam kehidupan negara tujuan migrasi sehingga para imigran bisa mempertahankan budaya mereka sambil belajar kultur di tempat baru.