REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Bela Negara Kementerian Pertahanan Laksamana Pertama TNI Muhammad Faisal mengatakan, militer negara lain bukan lagi ancaman bagi pertahanan Indonesia. Sebab,yang menjadi ancaman nyata saat ini adalah narkoba dan radikalisme.
"Narkoba dan radikalisme digunakan negara lain untuk mengancam pertahanan Indonesia. China pernah dihancurkan Inggris dengan Perang Candu," kata Faisal dalam seminar nasional "Memperjuangkan Kesejahteraan dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia" di Jakarta, Senin (20/2).
Faisal mengatakan, program bela negara adalah upaya untuk "mencuci otak" bangsa Indonesia untuk menumbuhkan kesadaran bela negara. "Sebelum bangsa kita 'dicuci otak' bangsa lain lewat informasi dan ideologi lain, kita harus 'mencuci otak' lebih dulu dengan bela negara," ujarnya.
Menurut Faisal, perang informasi dan ideologi melalui penyebaran paham dan informasi bohong sudah dilakukan sejak Perang Dunia I. Saat ini, perang militer sudah tidak banyak dilakukan beralih menjadi perang informasi dan ideologi.
Faisal mengatakan, program pembinaan kesadaran bela negara bukan untuk menyiapkan kader-kader untuk berperang menggunakan senjata, tetapi menanamkan nilai-nilai bela negara.
Nilai-nilai bela negara adalah cinta Tanah Air, sadar berbangsa dan bernegara, yakin pada Pancasila sebagai dasar negara, rela berkorban untuk bangsa dan negara dan memiliki kemampuan awal bela negara.
Faisal menjadi pembicara dalam sesi pertama seminar nasional "Memperjuangkan Kesejahteraan dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia" yang diadakan Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia di auditorium Adhiyana, Wisma Antara, Jakarta Pusat.
Pembicara lain dalam sesi pertama adalah Dewan Pakar Aspek Indonesia Kun Wardana Abyoto. Pembicara sesi kedua yang direncanakan adalah Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang, staf ahli Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Badan Perencanan Pembangunan Nasional Rudi Soeprihadi Prawira, dan pengamat politik ekonomi Ichsanuddin Noorsy.