REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa Hukum Irman Gusman, Tommy Singh, mengatakan ada beberapa hal yang tidak disetujuinya terhadap putusan majelis hakim yang menghukum kliennya dengan pasal 12b UU 20/2001 tentang pemberantasan korupsi.
Menurut Tommy, sebetulnya tidak ada kesepakatan dalam kasus suap impor gula tersebut. Antara Irman sebagai penerima dengan pemberi suap itu tidak ada kesepakatan.
"Enggak ada ijab kabul istilahnya, kesepakatan di antara mereka, pemberi dan penerima," tutur dia usai sidang putusan atas perkara suap Irman di PN Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (20/2).
Tommy meyakini, kliennya itu murni melakukan gratifikasi, bukan suap. Sehingga, menurutnya, pasal yang patut dikenakan adalah pasal 11 UU 20/2001 dengan pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun. Sedangkan denda di pasal tersebut, adalah minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 250 juta.
"Setahu kita itu murni gratifikasi, makanya kita sudah mengatakan pasal 11 yang diduduki, namun kita menolak kalau itu (pasal 12b) yang diaplikasikan," tutur dia.
Selain itu, Tommy pun kurang setuju dengan pemberian pidana tambahan berupa pencabutan hak politik terhadap Irman. Menurut dia, putusan majelis hakim terkait pencabutan hak politik itu sangat berlebihan.
"Itu memang diatur di dalam UU, tentunya kita menghormati, walaupun kita merasa itu sangat sedikit berlebihan," kata dia.
Terhadap putusan majelis hakim, tim kuasa hukum Irman memutuskan untuk pikir-pikir. Tommy dan kuasa hukum Irman yang lain akan mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya selama 7 hari ke depan.
"Kita tetap menghargai, tapi kita akan mengupayakan hak hukum Pak Irman dalam waktu 7 hari, menyampaikan apakah menerima atau akan melakukan banding terhadap putusan tersebut, kita akan pikirkan bersama dengan tim penasehat hukum," ujar dia.