Senin 20 Feb 2017 19:18 WIB

Gabah Petani Karawang Terancam Jadi Kecambah, Harganya Anjlok

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Nur Aini
 petani tengah menjemur gabah keringnya.
Foto: Antara/Fiqman Sunandar
petani tengah menjemur gabah keringnya.

REPUBLIKA.CO.ID, KARAWANG -- Petani asal wilayah lumbung padi Kabupaten Karawang, harus gigit jari. Ini karena, gabah hasil panen pada musim rendeng 2017 ini harganya anjlok. Saat ini, harga gabah kisaran Rp 380-400 ribu per kuintal. Anjloknya harga gabah ini, akibat curah hujan yang tinggi.

Damo (46 tahun), petani asal Kelompok Tani Sukatani 5, Kampung Tegal Tanjung, Kelurahan Karang Pawitan, Kecamatan Karawang Barat, mengatakan, saat musim hujan harga gabah anjlok. Apalagi sekarang, hujan terus turun. Sehingga, saat dipanen kadar airnya sangat tinggi. Dengan kadar air yang tinggi ini, tengkulak menawar gabahnya sangat rendah.

"Kami tak bisa berbuat banyak. Dari pada gabahnya jadi kecambah. Lebih baik dijual dengan harga murah," ujarnya, kepada Republika.co.id, Senin (20/2).

Menurut Damo, gabah dengan kondisi basah itu, jika tak dikeringkan maka cepat berubah jadi kecambah. Apalagi, petani yang tak punya mesin pengering. Bisa dipastikan, setelah dipanen gabahnya langsung dijual meskipun harganya murah, sampai Rp 380 ribu per kuintal.

Pilihan menjual gabah secepatnya ini dinilainya jadi solusi terbaik dibanding gabah yang jumlahnya sampai tujuh ton itu berubah menjadi kecambah. Bila sudah begitu, maka nilai jualnya akan sangat rendah. Bahkan, jika sudah jadi kecambah tak ada pihak yang mau membeli.  

Petani lainnya, Daryana (36 tahun) asal Desa Tirtasari, Kecamatan Tirtamulya, mengatakan, harga gabah di wilayahnya ditawar dengan harga sangat murah. Untuk yang kualitasnya bagus hanya Rp 350-370 ribu per kuintal. Sedangkan, kualitas jelek hanya Rp 320 ribu per kuintal. "Yang jelek itu, kalau warnanya kulitnya kehitam-hitaman akibat sisa serangan hama atau tergenang air lebih dari dua hari," ujarnya.

Baca juga: Pemerintah Siapkan Skema Penyerapan Gabah Langsung dari Petani

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement