REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terletak di Kota Mary, Turkmenistan saat ini, Merv tak hanya dikenal penting bagi transaksi perdagangan, bauran arus budaya, dan pertemuan pemikiran politik, tapi juga perkembangan ilmu pengetahuan. Merv demikian bercahaya, terutama antara abad 10 dan13.
Sebagian besar wilayah Merv kini menjadi Provinsi Khorasan, Turkmenistan. Pada era kepemimpinan Islam, ekonomi Merv sangat hidup dan ditopang pertanian dan irigasi. Sistem pengairan di sana sangat terjaga dan diatur dengan baik. Merv dikenal sebagai salah satu produsen sutera dan tekstil.
Di bawah Dinasti Abbasiyah, Merv jadi ibu kota kawasan timur dan mencapai masa jaya pada abad kedelapan hingga 13. Pada abad 11 bazar-bazar di Merv tampak, seperti bazar Oriental yang punya dua jalan utama, pusat bazar berkanopi, toko-toko kerajinan, gerai penukaran uang, pengrajin emas, toko kain, dan gerai gerabah.
Hal itu tak mengherankan mengingat Merv adalah jalur perlintasan dagang Timur ke Barat dan sebaliknya. Pesatnya ekonomi tak membuat Merv meninggalkan urusan moral. Masjid, madrasah, dan pusat-pusat keagamaan banyak dijumpai di sana. Mausoleum Sultan Sanjar jadi salah satu bangunan terkenal dengan kubah biru yang terlihat dari kejauhan.
Salah seorang ahli geografi terkenal yang wafat pada 1229 Masehi, Yaqut al-Hamawi, menghabiskan dua tahun menelisik buku-buku di berbagai perpustakaan di Merv untuk menyusun kamus geografinya. Menurut al-Hamawi, di Merv ada 10 perpustakaan dengan koleksi buku yang sangat kaya.
Dua di antara 10 perpustakaan itu merupakan perpustakaan dua masjid utama, yakni Aziziyah dan Kamaliyah. Sementara, sisanya merupakan perpustakaan madrasah seperti Perpustakaan Sharaf al-Mulk dan perpustakaan milik wazir Seljuk Nizam al-Mulk.