REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memastikan pihaknya belum bisa memberhentikan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dari jabatannya. Dia mengklaim, belum adanya putusan dari pengadilan terkait kasus yang membelit Ahok, membuat kementeriannya tidak bisa mengambil keputusan secara sepihak.
"Karena ini masih multitafsir, karena dakwaan masih alternatif dan pengalaman saya selama dua tahun menjabat untuk memberhentikan sementara kepala daerah maupun pejabat harus yang ancamannya lima tahun," kata Tjahjo ditemui di Istana Negara, Selasa (21/2).
Tjahjo menuturkan, dirinya sudah berkoordinasi dengan presiden hingga dua kali dan kemudian meminta surat dari Mahkamah Agung (MA) terkait dengan persoalan tersebut. Hasilnya, MA sudah memberikan jawaban dan tidak dapat mengeluarkan pendapat terkait pemberhentian Ahok.
Menurut dia, pendapat MA tepat. Sebab, jika MA mengeluarkan pendapat di saat proses peradilan tengah berlangsung, maka fatwa MA bisa mempengaruhi peradilan yang saat ini sedang pemeriksaan saksi-saksi.
Menurut Tjahjo, pihaknya juga sudah memasukan surat ke Menteri Sekertaris Negara (Mensesneg), karena keputusan untuk mengangkat dan memberhentikan gubernur berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres). Pemberhentian ini pun akan mempertimbangkan permasalah hukum, filosofis, sosiologis, hingga mencermati gelagat perkembangan dinamika politik.
"Kami serahkan semuanya kepada presiden," kata Tjahjo.
Terkait dengan keputusan yang nantinya diambil Ahok, Tjahjo menyebut bahwa mantan bupati Belitung tersebut sudah selesai menjalankan cuti kampanye pemilihan kepada daerah (Pilkada) sesuai dengan ketentuan di Kemendagri. Pihaknya belum bisa memberikan kepastian apakah keputusan yang diambil Ahok selama dia menjalani persidangan sah atau tidak. Sebab, saat ini Kemendagri belum bisa memberhentikan sementara Ahok dari Jabatan Gubernur.