Rabu 22 Feb 2017 02:50 WIB

Ratusan Polisi di Filipina Tolak Perintah Presiden Duterte

Presiden Filipina Rodrigo Duterte (kanan) bersama Wakil Presiden Leni Robredo berpose setelah parade militer di Camp Aguinaldodi Metro Manila, Filipina, 1 Juli 2016.
Foto: REUTERS/Erik De Castro
Presiden Filipina Rodrigo Duterte (kanan) bersama Wakil Presiden Leni Robredo berpose setelah parade militer di Camp Aguinaldodi Metro Manila, Filipina, 1 Juli 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Sekitar lebih dari 250 polisi nakal, yang dialihtugaskan Presiden Filipina Rodrigo Duterte ke pulau sarang pegaris keras Abu Sayyaf, pulau Basilan, tidak muncul di markas hukuman mereka itu pada Selasa (21/2). Akibat tindakan tersebut ratusan polisi ini terancam dipecat.

Setidak-tidaknya, hanya 53 dari 311 petugas dinilai "bodoh" oleh Duterte berada dalam pesawat C130 saat mendarat di kota Zamboanga, Filipina Selatan. Zamboanga adalah wilayah singgah sebelum pasukan ditempatkan di pulau Basilan.

Duterte pada bulan ini menunjukkan kemarahannya saat berpidato, yang disiarkan langsung televisi. Presiden mengatakan, polisi bermasalah itu dapat kembali ke ibukota, Manila, jika mampu bertahan hidup di Basilan.

Pulau Basilan adalah markas pegaris keras Abu Sayyaf, yang terkenal sering membajak kapal dan mengayau sandera. Perintah penempatan ke Basilan diberikan sepekan setelah satuan antinarkotika kepolisian membongkar kejahatan anggotanya terhadap seorang pengusaha asal Korea Selatan.

Polisi bermasalah itu menggunakan narkotika untuk menyembunyikan penculikan serta pembunuhan pengusaha tersebut. Sebagian besar polisi, yang dikirim ke Basilan tengah menjalani penyelidikan internal karena diduga terlibat perampokan, penyiksaan, dan penculikan.

"Polisi itu menunjukkan perilaku buruk dengan mangkir dari tugas," kata kepala kepolisian di ibukota wilayah setempat, Oscar Albayalde seperti dilansir Reuters.

"Jika petugas itu tidak masuk kerja selama tiga hari atau memberikan penjelasan tertulis mengenai ketidakhadirannya, mereka akan kehilangan pekerjaannya," katanya menambahkan.

Perang terhadap narkotika yang gencar dilakukan Duterte didukung banyak warga walau aksinya itu telah mengorbankan lebih dari 7.700 orang sejak Presiden menjabat sejak 30 Juni. Operasi antinarkotika Duterte dikabarkan turut melibatkan sekitar 2.500 polisi.

Banyak warga meragukan keterangan polisi yang mengatakan, kematian korban disebabkan oleh perang antarmafia atau pembunuhan biasa atau tidak terkait dengan narkotika. Namun, pegiat terlihat meyakini korban tewas akibat pembunuhan di luar pengadilan, yang dilakukan petugas atau pasukan pendukungnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement