REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serikat Pekerja PT Freeport Indonesia (PTFI) mengharapkan adanya perundingan dengan perusahaan terkait nasib mereka. Pekan ini Freeport akan merumahkan 12 ribu karyawan kontrak lantaran tidak ada aktivitas di tambang Grasberg, Tembagapura, Mimika, Papua, yang dikelola PTFI.
"Kami ingin duduk bersama dengan Freeport langsung," kata Sekretaris Hubungan Industrial Serikat Pekerja PTFI, Tri Puspital, saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (22/2).
Wakil Ketua Bidang Advokasi Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan PTFI, Joppy Morin mengungkapkan selama ini pihaknya menunggu pemberitahuan dari perusahaan soal solusi yang diambil. Namun karena belum ada, mereka berinisiatif menyampaikan hal tersebut.
"Kami dari serikat sudah mengirim surat secara resmi (ke perusahaan) untuk berunding, kemarin ditembuskan ke Dirjen ketenagakerjaan di pusat, Pemda Papua, dan (asosiasi) tenaga kerja terkait lainnya," ujar Joppy.
Ia mengungkapkan saat ini karyawan kontrak sudah ada yang diputus hubungan kerjanya. Joppy menilai salah jika PHK tersebut dilakukan karena alasan perusahaan mengalami force majeure atau kondisi luar biasa.
"Force majeur itu tidak diperlakukan antara pekerja dengan perusahaan, tapi perusahaan dengan perusahaan, karena tidak bisa menyediakan sesuatu yang sesuai dengan kontrak kerjanya," tuturnya.
Sebagai pengurus, ia mengusulkan kepada pimpinan unit kerja untuk berbicara dengan perusahaan. Pembicaraan tersebut memperjuangkan apakah ada solusi selain PHK. "Karena kami merasa ini sepihak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan kontraktor maupun PTFI," ujar Joppy.
Baca juga: Soal Freeport, Kadin: Sengketa Korporasi dan Pemerintah Hal Biasa