Rabu 22 Feb 2017 17:52 WIB

Legislator PAN: Kesannya Pak Mendagri Pasang Badan untuk Ahok

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Mendagri Tjahjo Kumolo
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Mendagri Tjahjo Kumolo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah anggota Komisi II DPR RI mempertanyakan kebijakan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo yang tidak memberhentikan sementara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai gubernur DKI Jakarta, meski telah berstatus terdakwa.

Dalam rapat kerja antara Komisi II DPR dengan Kemendagri pada Rabu (22/2), anggota Komisi II DPR dari fraksi PAN Yandri Susanto yang mempertanyakan serah terima kembali jabatan Ahok sebagai Gubernur DKI yang dilakukan saat tahapan kampanye belum berakhir yakni pada 11 Februari. Padahal, aturannya di UU Pilkada, tidak boleh pasangan calon dari pejawat memegang jabatan dalam masa kampanye pilkada.

"Peraturannya sudah jelas harus pukul 00.00 WIB, nah ini seperti dadakan, hari Sabtu masih waktu kampanye, kenapa enggak Ahad atau Senin, saya kira itu melanggar," ujarnya di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/2).

Tak hanya itu, Yandri juga mempermasalahkan pernyataan Mendagri yang siap mundur jika kebijakan tidak menonaktifkan sementara Ahok sementara adalah salah. Menurut Yandri, hal itu tidak perlu dilakukan oleh Mendagri, mengingat kebijakan soal penonaktifan Ahok telah diatur oleh Undang-undang.

"Saya menyayangkan sekali, jadi kesannya publik itu Pak Menteri pasang badan untuk Ahok? Enggak mesti dilontarkan, ini kan soal UU," ujarnya.

Ia juga menambahkan pihaknya tidak akan mempersoalkan terkait ancaman maupun tuntutan kepada Ahok, empat atau lima tahun sehingga menjadi pertimbangan Mendagri tidak menonaktifkan Ahok. Ia mengatakan, yang ia persoalkan justru legitimasi dari kebijakan yang diambil seorang terdakwa dalam menjalankan pemerintahan.

Sebab, permintaan fatwa oleh Mendagri kepada Mahkamah Agung juga tidak bisa menjadi jalan keluar atas persoalan tersebut, lantaran MA menolak memberikan pendapatnya. "Oleh karenanya gimana menurut Mendagri seorang terdakwa mengambil kebijakan, gimana legitimasinya dalam pengambilan keputusan," katanya.

Hal sama diungkapkan Wakil Ketua Komisi II DPR Al Muzzamil Yusuf yang mempertanyakan ketidakkonsistenan Mendagri terkait pemberhentian sementara Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta. Dia mengatakan, sebelumnya Tjahjo mengatakan pemberhentian Ahok dilakukan menunggu habis masa cuti kampanye pilkada.

Namun, justru setelah masa kampanye Ahok habis, Mendagri justru berkilah bahwa pemberhentian Ahok perlu menunggu tuntutan penuntut umum. "Kami sangat menghargai 16 Desember 2016, Pak Menteri mengatakan akan diberhentikan setelah cuti kampanye, tapi statement ini berlainan kemudian, ada perubahan sikap," ujarnya.

Karena itu pula, Fraksi PKS itu menilai, ada hal yang dilanggar oleh pemerintah dalam kebijakan tidak menonaktifkan Ahok. Karena itu, dia menegaskan diajukannya hak angket kepada Pemerintah terkait hal tersebut.

"Dalam konteks ini, ada potensi pelanggaran UU, sehingga kami mengangkat isu hak angket ini," ujar anggota DPR dari Fraksi PKS tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement