Kamis 23 Feb 2017 03:39 WIB

Wiranto Sebut Ancaman Negara Semakin Beragam

Red: Nur Aini
Menkopolhukam Wiranto memberikan keterangan kepada awak media seusai memimpin Rapat Koordinasi Khusus di Kementerian Menkopolhukam, Jakarta, Jumat (17/2).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Menkopolhukam Wiranto memberikan keterangan kepada awak media seusai memimpin Rapat Koordinasi Khusus di Kementerian Menkopolhukam, Jakarta, Jumat (17/2).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia, Jenderal TNI (Purn) Wiranto mengatakan, Indonesia harus memperkuat pertahanan keamanannya, karena ancaman terhadap negara saat ini sudah berubah dan beragam.

"Di era globalisasi saat ini, ancaman terhadap negara sudah semakin beragam, pertahanan semesta menjadi upaya pemerintah untuk meningkatkan keamanan nasional," kata Wiranto dalam kuliah umumnya di Universitas Pertahanan Indonesia (Unhan) Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (23/2).

Wiranto memberikan kuliah umum di hadapan ratusan mahasiswa dan dosen Unhan dengan tema "Bela Negara dan Keamanan Nasional Untuk Keselamatan Bangsa". Menurut Politisi Partai Hanura ini, perkembangan teknologi saat ini membuat masyarakat semakin kritis, melalui penggunaan internet. Kondisi tersebut perlu diwaspadai, karena pola ancaman juga ikut berubah seiring perubahan zaman.

Ia mengatakan pada saat menjabat sebagai Menkopolkam di era Presiden Soeharto, situasi keamanan di negara berbeda dengan era sekarang saat dirinya menjabat sebagai Makopolhukam. "Ada perbedaan indikator, contohnya pengguna handphone di Indonesia dulu hanya 23 juta, tapi sekarang ada 340 juta. Padahal jumlah penduduk hanya 230 juta jiwa," katanya.

Menurut dia, perkembangan teknologi di masyarakat membuat tugas Menkopolhukam menjadi lebih banyak, karena urusan politik, hukum dan keamanan berhubungan langsung dengan individu manusia. Fenomena saat ini, ujarnya, media sosial yang bebas digunakan membuatnya sulit dilacak.

Wiranto menyebutkan, dalam konstelasi global, setiap negara melakukan kerja sama dengan negara lain, baik secara bilateral, multilateral dan konteks lainnya. "Secara formal setiap negara melakukan kerja sama, tapi apakah kerja sama itu tulus dan total," katanya.

Presiden Joko Widodo, kata dia, dalam pertemuan tingkat ASEAN menyampaikan walau secara formal mereka menjalin kerja sama, tetapi setiap negara saling bersaing untuk mengamankan dan melindungi warga negaranya.

"Hubungan antar negara esensinya adalah persaingan. Negara harus melihat ancaman itu ada, tidak ada yang tidak ancaman. Ancaman terhadap negara ditentukan banyak faktor, banyak jurusan yang mengancam keselamatan negara," katanya.

Ia mengatakan, hakekat ketika ancaman datang, negara sudah bertindak melakukan operasi intelijen, lalu mengantisipasi dengan operasi Yuda. Menurutnya, sistem pertahanan Indonesia harus berubah semakin kuat. Belajar dari pengalaman perang melawan penjajahan, saat awal terbentuknya TNI, banyak warga yang ikut berperang tetapi tidak dapat tertampung sebagai tentara nasional karena terbatasnya sarana prasarana. Solusi yang dilakukan, ujarnya, dengan memanfaatkan peninggalan Belanda dan hingga kini banyak di antara markas TNI menempati bangunan peninggalan VOC.

Namun, kata dia, strategi VOC membangun benteng-benteng bukan untuk pertahanan, tetapi untuk urusan dagang. Benteng dan gedung pertahanan dibangun di lokasi perkebunan dan pabrik. Menurut Wiranto, memperkuat pertahanan harus dilakukan dari dalam dan juga ke luar. Karena ancaman sudah berubah dinamis, invasi tidak lagi dari satu negara ke negara lain.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement