Kamis 23 Feb 2017 09:09 WIB

Agar Bersih

Relawan Gemas gelar aksi bersih-bersih di Kawasan Masjid Pusdai, Bandung, Jawa Barat.
Foto: Dok. Gemas
Relawan Gemas gelar aksi bersih-bersih di Kawasan Masjid Pusdai, Bandung, Jawa Barat.

Oleh: Abdul Muid Badrun

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu masalah akut di negeri kita adalah kebersihan. Buang puntung rokok sembarangan, buang sampah sembarangan, buang plastik sembarangan, bahkan buang kotoran manusia pun juga sembarangan. Padahal, yang sembarangan itu biasanya dilakukan oleh binatang.

Coba lihat cara ayam buang kotoran. Manusia dianugerahkan akal dan pikiran agar bisa membedakan salah dan benar, merugikan dan tidak, berbahaya dan tidak, dan lain sebagainya. Alquran pun menyampaikan bahwa manusia adalah sebaik-baik ciptaan Allah (QS al-Isra [17]: 70; QS at-Tin [95]: 4) . Namun, Alquran pula yang mengingatkan bahwa jika hati, mata, telinga tidak digunakan maka mereka seperti binatang, bahkan lebih biadab dari binatang. (QS al-A'raf [7]: 179).

Ilmuwan ternama Mesir, Muhammad Abduh, pernah berkata, "Saya tidak melihat Islam di Timur, tetapi saya malah menemukannya di Barat." Maknanya, nilai-nilai Islam yang unggul dan agung seperti kebersihan, kedisiplinan, kejujuran, dan saling bantu itu Abduh temukan di Barat yang sejatinya tidak mengimani Alquran.

Kita yang di Timur sejak lahir sudah mengimani Alquran malah jauh dari nilai-nilai (values) agung Alquran itu sendiri. Lalu, apa jalan keluarnya? Saya akan membuat ilustrasi terlebih dahulu agar sampai ke solusi. Ada yang pernah ke Singapura? Tentu. Ketika Anda ke Singapura, Anda berani buang sampah sembarangan? Anda berani buang puntung rokok sembarangan atau bahkan buang kotoran manusia sembarangan?

Saya yakin Anda akan berpikir dua, tiga, empat kali sebelum melakukannya. Mengapa? Karena, Anda akan dianggap orang gila atau setidaknya orang "aneh" sehingga Anda pun malu melakukannya. Mengapa di Indonesia, yang melakukan gerakan bersih-bersih, malah dianggap aneh dan dibuat malu? Bagi saya, masalahnya kompleks, tetapi bisa didekati dari sisi kebijakan (hulu), lanjut ke pendidikan budaya (hilir).

Kebijakan itu embedded(melekat) di sosok pemimpin. Jika Presiden membuat kebijakan dan memberi contoh langsung sebagai gerakan "jangan buang sampah sembarangan" dan ada hukuman bagi yang melanggarnya, maka akan beda hasilnya. Para gubernur, wali kota, bupati, camat, lurah, dan RT/RW akan ikuti gerakan presiden ini. Sudah saatnya yang "terasa remeh" seperti kebersihan ini menjadi ranah kebijakan dan gerakan pemerintah, mulai dari presiden sampai RT/RW. Tak cukup hanya mengandalkan LSM.

Di sisi sekolah (hilir) PAUD-TK/SD mulai dibekali budaya membuang sampah pada tempatnya. Gerakan ini harus masif sehingga perlu kebijakan. CCTV juga harus dipasang di tempat-tempat umum agar gerakan "malu buang sampah sembarangan" itu efektif. Jika kebijakan dan gerakan pemerintah pun nihil, mulailah dari diri kita sendiri. Jangan mengaku bangsa besar jika hal kecil seperti kebersihan saja tak mampu dilakukan.

Mari kita cek rumah, sekolah, mushala, masjid, dan tempat-tempat umum di sekeliling kita. Sudahkah bersih? Jika belum, kita harus malu sebagai Muslim. Apalagi ada ungkapan Arab yang mengatakan, "Kebersihan adalah sebagian dari iman." Dengan bahasa lain, jika di sekeliling kita masih saja kotor, maka iman kita pun dipertanyakan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement