REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sesudah Nabi Harun dan Nabi Musa wafat, kaum Bani Israil dipimpin oleh Yusya bin Nun. Ia ditunjuk oleh Nabi Musa untuk menggantikannya. Dalam beberapa sumber menyebutkan, Yusya bin Nun adalah seorang Nabi.
Selama kepemimpinan Yusya, Bani Israil dapat menguasai tanah Palestina. Namun, setelah Yusya bin Nun wafat, mereka terpecah belah. Bani Israil mengalami krisis kepemimpinan. Bahkan, isi Kitab Taurat pun telah mereka ubah dan ditambahi sesuai dengan keinginan mereka. Akibatnya, di antara mereka sendiri terjadi silang pendapat yang merusak persaudaraan dan persatuan Bani Israil. Karena tak bisa berdamai, tanah Palestina pun dikuasai bangsa lain. Bahkan, mereka menjadi bangsa jajahan yang tertindas.
Suatu hari, Bani Israil merindukan hadirnya seorang pemimpin yang bisa menyatukan dan memimpin mereka untuk melawan penjajah. Mereka kemudian memohon kepada seorang nabi untuk meminta petunjuk. Sebagian sumber menyebutkan, nabi yang ditemui Bani Israil ini adalah nabi Samuel.
Bani Israil meminta kepada nabinya untuk memilih seseorang di antara mereka untuk menjadi raja dan memimpin mereka. Nabi mereka pun berdoa. Allah SWT memilih Thalut, seorang pemuda biasa, untuk memimpin Bani Israil. Kaum Bani Israil awalnya menolak Thalut sebagai raja mereka karena dianggap tidak memiliki kelebihan.
Namun, Allah melalui Nabi-Nya menjelaskan bahwa Thalut adalah seseorang yang cerdas, ahli strategi perang, dan pandai ilmu tata negara serta memiliki fisik yang kuat. Bani Israil akhirnya setuju dan jadilah Thalut sebagai raja pertama Bani Israil. Lihat Alquran surah Albaqarah ayat 242-256.