Jumat 24 Feb 2017 17:45 WIB

Jejak Kesombongan Kaum Saba

Rep: Syahruddin el-Fikri/ Red: Agung Sasongko
Pembuatan bahtera Nabi Nuh (ilustrasi).
Foto: Blogs.cnn.com
Pembuatan bahtera Nabi Nuh (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peristiwa banjir besar yang menimpa kaum Saba itu telah terjadi sekitar 20 abad silam. Kini, sejumlah bukti-bukti kegemilangan dan bendungan yang dibangun kaum Saba masih dapat ditemukan di daerah Yaman.

Harun Yahya, dalam situsnya tentang Bangsa-bangsa Musnah, menyebutkan ketinggian dari bendungan Ma'rib mencapai 16 meter (m), lebar 60 m, dan panjang 620 m. Berdasarkan perhitungan, total wilayah yang dapat dialiri oleh bendungan ini mencapai 9.600 hektare, terdiri atas 5.300 hektare dataran bagian selatan bendungan dan 4.300 hektare bagian dataran sebelah barat.

Menurut Ensiklopedia Islam, dua dataran ini dihubungkan sebagai 'Ma'rib dan dua dataran tanah' sebagaimana disebutkan dalam prasasti Saba. Ungkapan dalam Alquran yang menyebutkan 'dua buah kebun di sisi kanan dan kiri' menunjukkan akan luasnya perkebunan yang terletak di kedua lembah ini.

Peneliti asal Prancis J Holevy dan Glaser dari Austria membuktikan, berdasarkan dokumen tertulis, bendungan Ma'rib telah ada sejak zaman kuno.

Temuan arkeologis dan juga catatan sejarah membenarkan apa yang dicatat dalam Alquran. Sebagaimana disebutkan dalam surah Saba ayat 15-17, mereka tidak mau mendengarkan peringatan dari Nabi mereka dan mengingkari nikmat yang telah diberikan.

Werner Keller seorang ahli arkeologi Kristen penulis buku The Holy Book Was Right (Und die Bible Hat Doch Recht) menyatakan, banjir Arim terjadi sebagaimana disebutkan dalam Alquran. Werner menegaskan, keberadaan sebuah bendungan dan penghancuran seluruh negeri dikarenakan runtuhnya bendungan, sangat sesuai dengan ayat-ayat Alquran.

Seperti diketahui, peristiwa banjir Arim ini hanya disebutkan dalam Alquran dan tidak ditemukan dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Menurut Al-Maududi dalam tafsirnya, Tafhim al-Qur'an, kata 'Arim' diturunkan dari kata 'airmen' digunakan dalam dialek Arabia selatan yang berarti bendungan atau rintangan.

Pada reruntuhan yang tersingkap dalam penggalian yang dilakukan di Yaman, kata 'Arim' tampaknya sering digunakan dalam pengertian ini. Sebagai contoh dalam prasasti Ebrehe (Abraha) yang dibuat oleh Habesh dari kerajaan Yaman--setelah dilakukan restorasi terhadap dinding besar Ma'rib pada 542 dan 543 M--kata ini digunakan untuk pengertian bendungan. Sehingga, ungkapan Sail al-Arim berarti sebuah bencana banjir yang terjadi setelah runtuhnya sebuah bendungan.

Menurut al-Maududi, setelah runtuhnya dinding bendungan, seluruh negeri digenangi banjir. Daerah Saba yang sebelumnya subur berubah menjadi lautan. Dan, ketika kering, tak ada lagi buah yang tersisa kecuali buah seperti ceri dari tunggul pepohonan kecil. Setelah banjir itu, daerah Saba berubah menjadi padang pasir dan kaum Saba kehilangan sumber pendapatan mereka.

Pun setelah banjir itu, kaum Saba menjadi terpecah. Mereka menyebar ke berbagai kota dan daerah yang ada di sekitar Yaman, seperti Arabia Selatan, Makkah, dan Syria.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement