Ahad 26 Feb 2017 09:06 WIB

Opera Ikan Asin, Kritik Teater Koma Terhadap Kondisi Negara

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Indira Rezkisari
Pemain kelompok Teater Koma beraksi jelang pertunjukan Opera Ikan Asin di Jakarta.
Foto: Republika/Prayogi
Pemain kelompok Teater Koma beraksi jelang pertunjukan Opera Ikan Asin di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memperingati hari jadi ke-40, Teater Koma akan mementaskan kembali lakon berjudul Opera Ikan Asin. Pertunjukan yang bakal digelar di Ciputra Artpreneur, Lotte Shopping Avenue, Jakarta, 2-5 Maret 2017 itu merupakan kritik Teater Koma terhadap permasalahan terkini yang dihadapi Indonesia.

"Lakon ini tentang era yang penuh ketidakjelasan. Raja bandit dijadikan pahlawan oleh masyarakat, petinggi hukum bersahabat dengan penjahat kelas kakap, sogok-menyogok dianggap sebuah kewajaran," ujar Nano Riantiarno, sutradara pementasan Opera Ikan Asin.

 

Nano menginformasikan, produksi ke-147 Teater Koma itu pernah dipentaskan pada 1983 dan 1999, namun tidak dalam versi penuh. Kali ini, kisah yang disadur dari lakon Die Dreigroschenoper atau The Three Penny Opera karya Bertolt Brecht itu akan ditampilkan lengkap dalam durasi dua jam 50 menit.

Latar peristiwa pada naskah asli, yaitu London sekitar abad ke-19 dipindahkan ke Batavia abad ke-20 di masa pemerintahan Hindia Belanda. Komposisi musik asli gubahan Kurt Weill pun tidak diubah, hanya diaransemen kembali oleh Fero Aldiansya Stefanus dan lirik lagunya disesuaikan menjadi bahasa Indonesia oleh Nano.

Opera Ikan Asin menampilkan Rangga Riantiarno, Budi Ros, Cornelia Agatha, Netta Kusumah Dewi, Sari Madjid Prianggoro, Alex Fatahilah, Asmin Timbil, Raheli Dharmawan, dan sederet pemeran teater lain. Nano menyebutkan, terdapat 90 pemeran dan kru yang terlibat dalam pementasan dengan set panggung masif itu.

Para pemain mengenakan kostum yang dirancang oleh Samuel Wattimena, serta mendapat latihan koreografi oleh Ratna Ully serta bimbingan vokal dari Naomi Lumban Gaol. Nano berharap pementasan yang telah dipersiapkan maksimal lewat tiga bulan latihan tersebut dapat memberikan manfaat positif bagi para penonton.

"Pemaknaan bisa berbeda-beda, tetapi semoga pementasan kami bisa menjadi cermin dan pembelajaran, membuat penonton membawa pulang 'sesuatu' setelah menyimak pertunjukan," tutur tokoh teater berusia 67 tahun tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement