REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk mendukung fungsi masjid sebagai alat pemersatu bangsa dan pusat kebudayaan serta peradaban Islam, Masjid sebaiknya harus dijauhkan dari adanya praktek-praktek politik partisan. Hal ini diungkapkan Guru Besar Sejarah dan Kebudayaan Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra, dalam Forum Diskusi 'Masjid Sebagai Pusat Peradaban dan Pemersatu Bangsa', di kompleks Masjid Istiqlal, Senin (27/2).
Lebih lanjut, Azyumardi menjelaskan, jika masjid dibawa-bawa dalam politik partisan, maka jamaah dari masjid itu akan terpecah-pecah. Pasalnya, politik partisan atau politik kekuasaan memiliki kecendurungan untuk mendukung salah satu kekuatan politik, dan tidak mendukung yang lain.
Masjid, kata Azyumardi, harus dijaga kesuciannya dan menjadi tempat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. ''Kita harus menjadikan masjid sebagai tempat yang nyaman, damai, dan khusyuk, tidak menjadi bayang-bayang, karena masjid ini membela ini, membela partai politik tertentu,'' ujar mantan Rektor UIN Jakarta tersebut.
Namun, Azyumardi menambahkan, masjid-masjid di Indonesia sebenarnya tidak memiiki tradisi untuk ikut serta di dalam ajang politik tertentu. Kalaupun ada, itu merupakan gejala-gejala baru, yang mungkin terpengaruh dari masuknya paham-paham transnasional ke Indonesia.
''Masjid di Indonesia menjadi pusat pembangunan kelembagaan islam, seperti pendidikan islam. Bukan tempat kegaduhan atau kontestasi politik, berbeda seperti di tempat lain, misalnya seperti di Timur Tengah,'' ujar Azyumardi.