REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menilai kunjungan kenegaraan penguasa Arab Saudi Raja Salman bin Abdulaziz ke Indonesia pada 1-9 Maret 2017 mendatang tak akan berdampak banyak terhadap surat utang (obligasi) internasional. Menurut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kedatangan Raja Salman tersebut tidak akan menaikkan penjualan obligasi global, terutama sukuk (obligasi syariah) global.
Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Scenaider Siahaan menyebutkan, kondisi negara-negara Timur Tengah yang sedang berjuang melakukan diversifikasi bisnis membuat mereka justru ikut menawarkan obligasinya.
Merosotnya harga minyak dunia sejak dua tahun belakangan membuat negara-negara Timur Tengah berupaya terlepas dari ketergantungannya dari minyak bumi. Salah satu caranya adalah dengan menawarkan 5 persen saham Saudi Aramco dan kerja sama bisnis yang akan dijalin dalam tur Asia ke Indonesia, Malaysia, Cina, dan Jepang.
"Ya kita harus realistis saja (porsi global bond Saudi akan berkurang)," ujar Scenaider, Senin (27/2).
Pemerintah juga berencana mengurangi porsi penawaran sukuk global. Selama ini, sukuk global menguasai 40 persen penawaran obligasi internasional Indonesia.
Langkah pemerintah ini menyusul pasar utama penjualan sukuk, yakni negara-negara Timur Tengah, terimbas harga minyak dunia yang anjlok selama dua tahun belakangan. Rendahnya harga minyak membuat penerimaan ikut merosot, sehingga pos-pos belanja negara Timur Tengah butuh pembiayaan.
Lihat juga: Arab Saudi akan Menerbitkan Sukuk Dolar AS
Solusi yang diambil pemerintah negara-negara Timur Tengah pun sama dengan Indonesia, dengan menerbitkan sukuk global. Artinya, bila sebelumnya pasar Timur Tengah menjadi sasaran utama Indonesia untuk menawarkan sukuknya, kini justru mereka juga menerbitkan sukuknya sendiri.
Scenaider menambahkan, salah satu sasaran penawaran obligasi oleh negara Timur Tengah adalah Indonesia. Salah satu yang terbaru adalah rencana penawaran ke publik 5 persen saham Saudi Aramco, produsen minyak terbesar dunia.
"Nasib Indonesia dan Saudi sama lah. Sama-sama butuh pembiayaan," ujarnya.
Menyiasati kondisi terbaru ini, pemerintah berencana beralih kepada penerbitan obligasi internasional konvensional, seperti Euro Bond untuk pasar Eropa, Samurai Bond dengan denominasi yen Jepang, dan Global Bond USD untuk pasar Amerika Serikat (AS). Meski begitu, Scenaider enggan menyebutkan seberapa besar penerbitan sukuk global akan dikurangi.
"Pasar global bond kan luas. Negara maju dengan pendapatan per kapita tinggi, kan saving-nya tinggi. Seperti Eropa, AS, Jepang, investor semua itu," ujarnya lagi.
Meski begitu, ia menanti apa hasil kesepakatan antara pemerintah dengan Kerajaan Arab Saudi saat kunjungan kenegaraan Raja Salman pekan ini. Ia berharap, sejumlah perjanjian investasi termasuk adanya potensi pembelian surat berharga negara dari Saudi bisa dioptimlkan meski kondisi yang dialami Saudi saat ini membuat mereka juga membutuhkan pembiayaan.