Selasa 28 Feb 2017 13:02 WIB

Freeport 50 Tahun Keruk Tanah Papua, Sekolah Masih Terbengkalai

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nur Aini
Ladang tambang terbuka yang dikelola PT Freeport Indonesia di Grasberg, Tembagapura, Timika, Papua.
Foto: Antara
Ladang tambang terbuka yang dikelola PT Freeport Indonesia di Grasberg, Tembagapura, Timika, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bupati Kabupaten Mimika Eltinus Omaleng mengungkapkan, selama 50 tahun Freeport beroperasi di tanah Papua tidak banyak memberi manfaat. Menurut dia, Freeport tidak membayar pajak sesuai nilai yang wajar.

Ditemui di kantor Menko Maritim, Eltinus mengatakan, selama ini Kabupaten Mimika, Papua tak banyak mendapatkan manfaat dari Freeport. Ia mengklaim bahwa segala pembangunan infrastruktur, sekolah, maupun fasilitas kesehatan masih banyak yang terbengkalai.

"Selama 50 tahun nggak pernah buat sesuatu terhadap pemilik hak ulayat di sana, salah satunya soal pembayaran pajak, royalti, ini kan tidak rata, tak pernah bayar wajar. Asal begitu dapat keuntungan, itu saja yang mereka bayar nggak pernah bayar sewajarnya," ujar Eltinus di Jakarta, Selasa (28/2).

Lantaran kondisi tersebut, dia pun meminta jatah dari divestasi saham Freeport sebesar 20 persen untuk Papua. Ia menilai, meminta bagian 20 persen merupakan angka yang wajar mengingat ada 28 kabupaten dan satu kota di tanah Papua yang terdampak langsung dengan kegiatan Freeport.

Ia bahkan mengatakan, pihak Papua sudah memiliki skema pengelolaan saham 20 persen tersebut."Kami sudah siapkan lahan 300 hektare sudah kami bebaskan untuk bisa mereka bangun smelter. Jadi tidak ada alasan lagi bagi Freeport untuk tidak ikut aturan pemerintah," ujar Eltinus.

Baca juga: Freeport tak Bawa Perubahan, Papua Minta Saham 20 Persen

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement