Rabu 01 Mar 2017 09:57 WIB

Komando Jihad, Jamaah Ansharut Daulah: Ada Apa dengan Cicendo?

Polisi mengamankan kantor Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, pada Senin pagi (27/2) setelah terjadi ledakan.
Foto: Republika/Joko Suceno
Polisi mengamankan kantor Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, pada Senin pagi (27/2) setelah terjadi ledakan.

Sebuah bom panci meledak di Taman Pandawa kawasan Cicendo, Senin 27 Februari 2017 pukul 09.00 WIB. Beberapa waktu kemudian pelakumya diketahui bernama Yayat Cahdiyat, lahir di Purwakarta, 24 Juni 1975. Si pelaku menurut polisi anggota kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Dia terdeteksi beralamat di kampung Cukanggenteng, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung.

"Pelaku meninggal tertembak,’’ kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar. Menurut Boy, pelaku terpaksa ditembak petugas yang melakukan penyergapan ke dalam kantor kelurahan lantaran upaya permintaan petugas agar pelaku menyerahkan diri tidak diindahkan.

Dalam keterangan yang lain yang tersebar di laman media berita internet, pihak polisi menyatakan Yayat Cahdiyat merupakan merupakan residivis atas kasus tindak pidana terorisme.

"Yang bersangkutan pernah terlibat kasus terorisme dengan mengikuti pelatihan militer di Aceh, dan beberapa kegiatan yang mendukung aksi pelatihan ini. Kemudian dia dijatuhi hukuman tiga tahun sejak 2012 sampai 2015," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Martinus Sitompul, di Mabes Polri, Jakarta, Senin (27/2).

Martinus mengatakan, Yayat adalah anggota kelompok pimpinan Ujang Kusnanang alias Rian alias Ujang Pincang. Ujang merupakan mantan napi kasus terorisme, yakni kasus penyembunyian buronan dan kasus pelatihan militer Aceh."(Dia) Terkait kelompok Cikampek yang dipimpin Ujang Kusnanang," kata Martinus.

Memang, bagi publik mungkin saja peledakan bom panci di kawasan Cicendo merupakan peristiwa mengejutkan. Tapi bagi sebagian yang lain, tentu tidak! Sebab, begitu disebut bom ini meledak dan menyebut nama ‘Cicendo’  maka ingatan kembali berputar pada peristiwa teror di kawasan itu yang terjadi pada dekade awal 1980-an.

Saat itu, tepatnya lepas tengah malam, sekitar pukul 00.30 WIB tanggal 11 Maret 1981, tiba-tiba ada segerombolan orang menyebru kantor Kosekta 65 Bandung. Pelaku sebanyak 14 orang yang kemudian terdeteksi sebagai sebagai anggota kelompok Jamaah Imran (jamaah ini kemudian melakukan pembajakan pesawat garuda ‘Wayola’, dan otak aksinya adalah  Imran bin Muhammad Zein setelah tertangkap dijatuhi hukuman mati). Akibat penyerbuan itu, empat anggota Polri yang sedang bertugas yakni Sertu Suhendrik, Bhatatu Zul Iskandar, Bharada Andi, dan komandan jaga Serka Suryana terbunuh.

Terkait peristiwa penyerbuan Cicendo tahun 1981 itu, dalam disertasi yang ditulis pejawat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) DR M Busyro Muqoddas (buku Hegemoni Rezim Intelejen: Sisi Peradilan Kasus Komando Jihad, penerbit Pusham UII, Mei 2011- hal 115) menyebutkan:

…Masih dalam kasus Komando Jihad (Komji), pada tahun 1981 BAKIN kembali menyusupkan salah satu anggota kehormatan Intelnya (berbasis Jon Armed) bernama Nadjamuddin, ke dalam gerakan Jama’ah Imran. Melalui aksi provokasi dengan menyerahkan setumpuk dokumen rahasia Militer dan CSIS yang berisi rencana jahat ABRI terhadap gerakan Islam dan ummat Islam. Pada akhirnya berkat gerakan pembusukan dan pematangan kondisi dan situasi melalui kerja intel Nadjamuddin, rekayasa tersbut berhasi memicu aksi radikal ekstrem dalam wujud kekerasan bersenjata. Padahal modal awal senjata itu pun hasil pemberian Nadjamuddin, dan terjadilan penyerangan terhadap Polsek Cicendo Bandung. Kemudian berlanjut dengan aksi pembajakan pesawat Garuda Woyla setelah sebelumnya kelompok ini berhasil menghabisi karier dan nyawa Nadjamuddin, yang tercatat resmi sebagai anggota intelejen BAKIN tersebut. Surat tugas untuk menangkap Imran bin Muhammad Zein dari komandan intel berhasil diambil oleh anggota Jama’ah Imran sesaat setelah berhasil membunuh Armed Nadjamuddin. Bukti surat tugas tersebut ada dalam berkas pembelaan di tangan pengacara mereka Abdur Rahman Assegaf dalam bentuk foto copi. Nadjamudin inilah yang menyulut peristiwa Cicendo….

Alhasil, bila peristiwa bom di Cicendo berulang, maka ini memang menjadi menarik. Ada pesan apa di balik kelakuan nekad Yayad Cahdiayat itu? Kenapa kok diledakkan menjelang masuknya bulan Maret? Mengapa Cicendo yang dipilih? Ada pesan apa yang ingin disampaikan pelaku?

Ya itulah misteri dibalik meledaknya bom panci di Taman Pandawa yang menghebohkan pemberitaan selama dua hari terakhir ini. Banyak pertanyaan yang bisa diajukan, namun banyak pula yang tak bisa dijawab. Di pihak lain pun, para ‘penikmat  sejarah’ pun mahfum dengan ujaran peribahasa Prancis: Sejarah selalu berulang!

Yang pasti biar waktu saja yang nanti menjelaskannya. Wallahu a'lam.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement