REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Mutasi pejabat bukan persoalan yang gampang dan bisa dilakukan serta-merta. Namun harus tetap dilakukan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku dalam tata laksana Aparat Sipil Negara (ASN).
Hal ini ditegaskan Bupati Semarang, Mundjirin menanggapi rekomendasi mutasi sejumlah pejabat yang bertanggung jawab dalam ‘skandal’ draf raperda jiplakan seperti yang disampaikan pimpinan DPRD Kabupaten Semarang.
Mundjirin mengaku, hingga Rabu (1/3) ini, belum menerima surat rekomendasi yang dimaksud. Sehingga belum bisa menjawab apa langkah dan sikap yang akan diambil bupati terkait dengan isi rekomendasi. “Bagaimana saya bisa ngomong, kalau saya saja baru tahu dari koran. Isinya seperti apa juga belum membaca,” katanya, saat dikonfirmasi di Ungaran.
Meski begitu, orang nomor satu di Kabupaten Semarang ini menyampaikan, persoalan rekomendasi pimpinan wakil rakyat bukan hanya pada persoalan draf raperda pengentasan kemiskinan ini saja.
Sebagai bagian dari fungsi kontrol dan pengawasan jalannya pembangunan Kabupaten Semarang, DPRD juga sudah jamak memberikan rekomendasi kepada bupati selaku kepala daerah. Namun untuk urusan mutasi pejabat, lanjutnya, bupati tidak bisa serta merta menuruti keinginan pimpinan DPRD. Sebab untuk memutasi seorang pejabat ada tahapan dan prosedur yang harus dilalui.
Tidak cukup kepala daerah saja. Nanti ada Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat), Sekretaris Daerah (Sekda) Asisten II dan Asisten III Sekda maupun Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Jadi tidak seolah- olah bupati yang memutuskan seorang pejabat untuk dipindah. “Kalau hanya menuruti rekomendasi untuk melakukan mutasi justru nanti saya bisa di-PTUN-kan,” kata Mundjirin.