REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Sebanyak 20 persen perusahaan di Kota Malang belum membayar karyawannya sesuai Upah Minimum Kota (UMK) 2017. Persentase tersebut diperoleh setelah Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Malang membentuk tim pemantau.
Kepala Bidang Hubungan Industrial Disnakertrans Kota Malang, Kasiyadi, mengungkapkan tim pemantau telah diturunkan sejak awal Februari lalu. "Dari sampling 250 perusahaan baru sekitar 70 persen yang menaati UMK," katanya saat ditemui pada Selasa (1/3) di Malang.
Tahun ini UMK Malang ditetapkan sebesar Rp 2.272.167,00. Akan tetapi sebanyak 20 persen perusahaan belum menaati aturan tersebut. Salah satu faktor penyebabnya adalah skala usaha yang masih terbilang kecil atau ketidaktahuan perusahaan mengenai aturan UMK.
Sedangkan, 10 persen perusahaan lainnya merupakan perusahaan abu-abu. Artinya, baru sebagian karyawannya yang menerima upah sesuai standar UMK. "Karyawan yang belum menerima UMK biasanya masih berstatus training atau masa kerja belum mencukupi standar perusahaan," jelas Kasiyadi.
Untuk mengatasi masalah ini, Disnakertrans memberikan pembinaan kepada perusahaan-perusahaan yang masih belum taat UMK. Selain pengawasan UMK, tim Disnakertans juga memeriksa perusahaan apakah para karyawan sudah diikutsertakan BPJS. "Kami tidak langsung menjatuhkan sanksi namun perusahaan dibina lebih dulu," imbuh Kasiyadi.
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Malang, Suhirno, mengatakan seluruh perusahaan yang bernaung di bawah SPSI sudah menaati UMK. Dari 37 perusahaan yang menjadi anggota, seluruhnya telah menggaji karyawan sesuai aturan yang berlaku.
"Tidak ada laporan perusahaan anggota SPSI yang memberi upah di bawah UMK," ujar Suhirno.
Saat ini karyawan yang menjadi anggota SPSI tercatat mencapai 11 ribu orang. Sebanyak sembilan ribu anggota di antaranya adalah buruh pabrik rokok. "Pekerja pabrik rokok besar rata-rata gajinya sudah di atas UMK," kata Suhirno menambahkan.