REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memandang tren peningkatan ketimpangan kesejahteraan ekonomi yang masih tinggi di Indonesia sebagai tantangan terberat dalam memeratakan program pembangunan.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa kualitas pertumbuhan ekonomi masih belum optimal bila belum bisa mengurangi angka kemiskinan secara signifikan. Data teranyar, rasio gini Indonesia masih tertahan di angka 0,394.
Bicara soal ketimpangan, Sri juga menampik anggapan umum selama ini bahwa kondisi yang terjadi adalah kelompok kaya yang semakin kaya dan kelompok miskin yang justru semakin miskin. Menurutnya, yang terjadi sesungguhnya kedua kelompok baik yang kaya dan miskin sama-sama mengalami peningkatan kesejahteraan.
Lihat juga: Ketimpangan Ekonomi di Indonesia Semakin Melebar, Ini Buktinya
Hanya saja, kata Menkeu, laju peningkatan kesejahteraan terjadi lebih cepat kepada kelompok ekonomi atas ketimbang kelompok ekonomi bawah. "Di situ lah kemudian ketimpangan terjadi," ujarnya.
Sri mengutarakan keinginannya agar transfer daerah, baik DAU, DAK, DBH, dan dana desa bisa benar-benar dimanfaatkan oleh daerah untuk melakukan pembangunan. Realisasi transfer daerah dan dana desa tahun 2016 sebesar Rp 710,9 triliun. Angka naik 14,1 persen dibanding realisasi tahun 2015.
Pemerintah memang menegaskan untuk menaikkan porsi transfer daerah dan dana desa dari tahun ke tahun. Sementara alokasi transfer daerah dan dana desa untuk tahun 2017 ini dipatok di angka Rp 764,9 triliun.
Alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik misalnya, pemerintah memasang target khusus agar anggaran yang ada digunakan untuk sektor irigasi dan pertanian, pendidikan, infrastruktur jalan, kesehatan, perumahan, air minum, dan sanitasi.
Rinciannya, DAK fisik tahun 2017 akan dimanfaatkan untuk membangun 5 ribu hektare area irigasi baru, pembangunan 3.590 unit kelas baru, 453 gedung rumas sakit, 49 ribu rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah, akses air minum untuk 688.436 rumah tangga, dan 169.500 sambungan sanitasi rumah.
"Kemiskinan dan kesenjangan tantangan kita. Solusinya, bisa lewat instrumen fiskal, moneter, atau kebijakan lain yang struktural," ujar Sri dalam Sosialisasi Kebijakan Pengelolaan Transfer Daerah di Kementerian Keuangan, Kamis (2/3).
Sri meminta juga kepada Pemerintah Daerah untuk menjadikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menjadi instrumen pembangunan yang powerful. Apalagi, selama ini pembangunan di daerah terkesan sangat bergantung pada APBN dari pusat. Namun, tahun 2017 ini Kementerian Keuangan mulai mengenalkan DAU yang lebih fleksibel.
Kebijakan DAU yang fleksibel ini, lanjutnya, belajar dari pengalaman tahun lalu di mana transfer daerah sempat tertunda akibat penerimaan pajak yang seret. Artinya, pemerintah sudah membuat berbagai opsi bila memang penerimaan tidak sesuai target.