Jumat 03 Mar 2017 08:37 WIB

Arab Saudi Terus Pangkas Produksi Minyak

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Ladang minyak di Saudi (ilustrasi).
Foto: Reuters
Ladang minyak di Saudi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,RIYADH -- Arab Saudi kembali melanjutkan kebijakan pemangkasan produksi minyaknya, setelah untuk pertama kali memutuskan mengurangi laju produksi per Januari 2017 lalu. Langkah Saudi ini sekaligus mendukung keputusan Organisasi Negara Eksportir Minyak (OPEC) yang pada sidang ke-171 pada Desember tahun lalu sepakat untuk memangkas 1,2 juta barel produksinya.

Dikutip dari Bloomberg, otoritas pemerintah di Riyadh mengurangi 90 ribu barel produksi minyaknya pada Februari 2017 lalu, menjadi 9,78 juta barel minyak per hari. Artinya, Saudi telah dua bulan berturut-turut menurunkan produksinya dari 10,06 juta barel minyak per hari.

Secara menyeluruh, produksi OPEC saat ini sudah turun ke angka 32,17 juta barel di Februari, lebih rendah 65 ribu barel minyak per hari dari angkanya di Januari. Sementara kalau dihitung tanpa negara-negara yang memilih tetap menaikkan produksi dan pembekuan sementara Indonesia dari OPEC, maka total produksi saat ini masih 415 ribu barel minyak di atas kesepakatan global. Artinya, pemangkasan produksi baru berjalan 70 persen dari target, demi mengurangi laju pasokan berlebih dan menaikkan kembali harga minyak dunia.

Selain Saudi, produksi minyak Irak juga turun 50 ribu barel per hari menjadi 4,4 juta barel minyak per hari. Tak hanya itu, pemogokan oleh pekerja migas di Gabon (anggota dengan produksi terkecil) ikut berkontribusi atas pengurangan produksi sebesar 15 ribu barel minyak per hari. Sementara Angola tercatat gagal mencapai target pengurangan produksi karena adanya dua proyek baru yang mulai beroperasi awal tahun ini. Produksi minyak Angola malah naik 20 ribu barel per hari menjadi 1,69 juta barel minyak per hari.

Anggota OPEC lainnya, Iran, menaikkan produksi minyaknya menjadi 3,83 juta barel minyak per hari. Angka ini sedikit di atas target produksinya yakni 3,797 juta barel per hari. Sesuai kesepakatan, Iran diperbolehkan menaikkan pasokan setelah sanksi yang sebelumnya memukul industri migas Iran.

Harga minyak mentah Brent mulai merangkak naik sebesar 20 persen sejak November lalu, seiring dengan optimisme pasar. Pasar mulai yakin bahwa harga minyak akan menuju keseimbangan baru setelah anjlok dalam tiga tahun belakangan. Investor juga memonitor Rusia dan 10 negara pengekspor minyak lainnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement