Jumat 03 Mar 2017 12:23 WIB

Pastika Sambut Raja Salman dengan Adat Bali

Rep: Muthia Ramadhani/ Red: Indira Rezkisari
Anggota satuan pengamanan adat Bali atau Pecalang yang akan dilibatkan dalam pengamanan obyek wisata memberi penghormatan saat mengikuti gelar pasukan pengamanan VVIP di Lapangan Lagoon Nusa Dua, Bali, Jumat (3/3).
Foto: Antara
Anggota satuan pengamanan adat Bali atau Pecalang yang akan dilibatkan dalam pengamanan obyek wisata memberi penghormatan saat mengikuti gelar pasukan pengamanan VVIP di Lapangan Lagoon Nusa Dua, Bali, Jumat (3/3).

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Gubernur Provinsi Bali, Made Mangku Pastika menyatakan siap menyambut kedatangan tamu mulia, Sri Baginda Raja Salman bin Abdul Azis Alsaud di Pulau Dewata. Orang nomor satu di Bali itu akan mengenakan pakaian adat Bali.

"Beliau pastinya pakai pakaian adat Arab, maka saya pakai pakaian adat Bali," kata Pastika, Jumat (3/3).

Pastika mengatakan tak ada permintaan khusus untuk Sang Raja, apalagi terkait investasi. Dia hanya berharap kedatangan Sang Raja bisa membawa lebih banyak wisatawan mancanegara (wisman) asal negara Timur Tengah, khususnya Arab Saudi ke Bali.

Pastika mengatakan Raja Salman juga akan disambut dengan budaya Bali berupa Tari Pendet. Penarinya bukan orang dewasa, melainkan 50 anak-anak Bali yang masih duduk di Sekolah Dasar (SD).

Tari Pendet tersebut, kata Pastika berdurasi hanya sekitar delapan menit dan akan dibawakan di Bandara Internasional Ngurah Rai. Penari anak akan menaburkan bunga sebagai tanda ucapan selamat datang untuk Sang Raja dan rombongan.

Pastika mengatakan tidak ada perubahan apapun di destinasi wisata yang akan dikunjungi Raja Salman, misalnya penutupan patung tanpa busana seperti yang dilakukan di Istana Bogor. Bali akan dibiarkan sebagaimana adanya.

"Bali itu aman dan toleran. Tidak ada yang ditutupi, apa adanya," kata Pastika.

Republika.co.id mencoba mengamati kondisi di sekitar Kawasan Pariwisata Nusa Dua. Patung-patung yang menghiasi sepanjang jalan kawasan khusus itu dibiarkan apa adanya.

Pengelola hanya mengecat ulang patung-patung tersebut menjadi serba putih. Jejeran tedung atau pajeng, yaitu payung hias khas Bali mempercantik landmark ITDC, seperti di sejumlah titik air mancur, pohon besar yang rindang, serta sepanjang jalan utama yang mengakses sejumlah hotel mewah. 

Tedung-tedung yang dipasang pun warna-warni, mulai dari hitam putih, merah, hitam, dan putih. Payung khas Bali ini dibuat dari berbagai corak dan warna yang masing-masingnya mempunyai makna khusus. 

Tedung pada dasarnya digunakan sebagai perangkat upacara adat dan keagamaan di Bali. Namun, tedung kini sudah akrab menjadi elemen pelengkap yang ditempatkan di hotel-hotel berbintang sebagai ciri khas Pulau Dewata.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement