Sabtu 04 Mar 2017 16:28 WIB

ICW: Vonis Terdakwa Korupsi Cenderung Ringan di 2016

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andi Nur Aminah
Divisi Hukum dan Monitoring ICW, Aradila Caesar
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Divisi Hukum dan Monitoring ICW, Aradila Caesar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Indonesia selama 2016 cenderung sangat ringan. Hal ini berdasarkan pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) terhadap 573 putusan perkara korupsi di Indonesia. Dengan sebaran putusan Pengadilan Tingkat I sebanyak 420 putusan, Pengadilan Tingkat Banding sebanyak 121 putusan, dan Mahkamah Agung dengan 32 putusan.

Menurut Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Aradila Caesar total rata-rata vonis hanya dua tahun dua bulan. "Ini menjadi salah satu permasalahan utama yang harus menjadi catatan, vonis untuk koruptor ini tidak memberikan efek jera karena pengadilan masih menghukum ringan pelaku korupsi," ujar Aradila Caesar di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Sabtu (4/3).

Menurut Aradila, vonis ringan paling banyak di tingkat Pengadilan Tipikor tingkat pertama dengan rata-rata hukuman satu tahun 11 bulan. Kemudian pidana di tingkat banding 2,5 tahun penjara serta pidana di MA dengan empat tahun 11 bulan.

Ia merinci dari 573 putusan dengan total terdakwa 632 orang, sebanyak 354 orang masuk diklasifikasi hukuman ringan yakni 0-4 tahun di Pengadilan Tingkat pertama, di Pengadilan Tingkat Banding sebanyak 80 orang dan di tingkat MA sebanyak 14 orang.

"Secara keseluruhan ketiga tingkatan pengadilan Tipikor ini lebih cenderung menghukum ringan terdakwa kasus korupsi, dan ini selalu berulang tiap tahun," ujar Aradila.

Dia pun menilai vonis yang cenderung ringan ini karena hakim lebih cenderung menjatuhkan hukuman minimal dari ketentuan pasal 2 dan 3 UU Tipikor yakni empat dan satu tahun. Hal ini berbeda jauh jika melihat dari ancaman maksimal penjara dalam UU Tipikor yakni selama 20 tahun penjara. "Rata-rata vonis dua tahun dua bulan penjara ini. Maka vonis ini kurang lebih hanya 1/8 hukuman maksimal," ujarnya.

Karenanya, Aradila menilai sejumlah permasalahan lainnya terkait dijatuhkannya vonis ringan terhadap para koruptor. Hal ini karena, ringannya vonis juga tidak bisa dilepaskan dari tuntutan penuntut umum dalam persidangan yang juga tidak sedikit rendah.

"Artinya jaksa juga gagal dalam memformulasikan hukuman yang tepat bagi terdakwa, jaksa cenderung menuntut terdakwa secara ringan baik pidana maupun pidana denda dan tidak disertai dengan kewajiban uang pengganti," katanya.

Selain itu, ia juga mengatakan penjatuhan pidana denda bagi terdakwa korupsi pada 2016 tergolong rendah dimana paling banyak dikenakan denda minimal yakni berkisar 0-50 tahun sebanyak 346 terdakwa. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement