Ahad 05 Mar 2017 09:20 WIB

Bila Bisnis Memakan Tuannya, Review Film The Founder

Oleh: Denny JA

"Di luar kantor, saya  manusia. Tapi di kantor, saya mesin hitung." Peter L Berger menuliskan kutipan itu ketika ia membahas spirit entrepreneurship yang menggerakkan kapitalisme. Para pelopor bisnis yang ingin menjulang harus menyiapkan mindset dan mental bahwa mereka pertama tama adalah mesin hitung. Moral tertinggi mereka memaksimalkan profit dan akumulasi kapital sebanyak mungkin.

Seketika saya teringat kembali kutipan ini setelah menonton film The Founder. Ini true story kisah dibalik berdiri dan meluasnya frachise McDonald. Sudah belasan tahunan saya menikmati lezatnya dan cepatnya saji McDonald. Baru kali ini saya tahu kisah sebenarmya.

Ray Crock yang mengklaim sebagai pendiri McDonald Corporation diperankan sangat baik oleh Michael Keaton. Ia ternyata awalnya hanya agen saja yang menawarkan jasa kepada pendiri yang sebenarnya: dua kakak adik Mac and Dic McDonald.

Karena spirit enterpreneurshipnya, berbalik akhirnya Ray Croc mencaplok seluruh usaha McDonald. Mac dan Dick, dua pendiri sebenarnya tak berdaya menghadapi seorang agen yang semakin lama semakin perkasa dan tega.

Lama saya merenung, Ray Croc ini pahlawan atau penjahat? Jika saya jadi Ray Croc, akan tegakah saya?

Film dimulai dengan menunjukkan karakter Ray Croc. Ia terus menghafal petuah guru motivator. Yang membuat sukses bukan bakat atau kecerdasan yang jenius. Unsur utama sukses adalah kegigihan. Ibarat kata orang betawi, itu sikap yang "nggak boleh ade matinye."

Ke sana kemari, Ray Croc menawarkan mesin Milk Shake yang efisien. Namun tak ada yg melirik produknya. Sampai suatu ketika ia melihat restoran cepat saji yang saat itu adalah revolusi dunia kuliner. Ketika tamu menunggu makanan 30 menit, McDonald bisa menyajikan makanan hanya dalam 3 menit saja. Dan semakin cepat lagi menjadi 30 detik.

Seketika ia putar otak, menawarkan satu gagasan besar kepada pendiri McDonald itu. Amerika punya gereja dimana mana. Kini Amerika buruh sejenis gereja lain: resto cepat saja MdDonald.

Ia menawarkan  sebuah konsep franchise untuk menyebarkan McDonald ke seluruh Amerika, sebagaimana penginjil menyebarkan agama di masa silam. Ray Croc bersedia hanya diberikan fee yang kecil saja agar dipercaya menjadi agennya.

Berkat kegigihan dan kelihaiannya, resto cepat saji McDonald cepat menyebar. Ray Croc bahkan bersedia menjaminkan rumahnya ke bank untuk modal awal. Ia awalnya hanya pengusaha kere saja.

Namun pertengkaran Ray Croc dengan pendiri asli MdDonald dimulai. Walau resto franchisenya laku, fee yang diterima Ray Croc terlalu kecil.  Nyaris ia tak dapat uang yang cukup bahkan untuk membayar hutangnya. Rumahnya yang ia jaminkan nyaris disita bank.

Ia mengusulkan kenaikan fee. Ia memberi proposal aneka inovasi agar cost lebih rendah. Pemilik McDonald bersikukuh dengan polanya sendiri. Serial "NO" disampaikan berulang ulang membuat Ray Croc frustasi.

Saat itulah Ray Croc berjumpa dengan seorang ahli keuangan yang memberikannya ide bisnis yang keras. Berdua mereka menyiapkan rencana bisnis baru yang gemilang. 

Target antara, mereka  bersengketa hukum dengan pemilik lama. Tapi karena  mereka jauh lebih kuat dengan jaringan yang disusun, pemilik lama akhirnya harus dikalahkan. Ia menyewa lawyer terbaik dan sangat mahal menyiapkan rencana ini.

Konflikpun dimulai. Terkaget-kaget, dua pemilik asli McDonald mengetahui betapa kuatnya Ray Croc sekarang. Ia bukan lagi seorang kere yang mengemis-ngemis menawarkan diri menjadi agen. Ia kini monster yang siap mengunyah.

Hanya dengan kompensasi sekitar 2 juta USD, copy right McDonald resmi berpindah tangan kepada Roy. Sedihnya dua pendiri McDonald ini di akhir cerita.  Mereka tetap dibolehkan membuka usaha McDonald tapi tak boleh memakai nama MCDonald. Mereka akhirnya menggunakan nama lain.

Branding McDonald yg bahkan dari nama mereka sendiri kini beralih menjadi hak milik seorang agen yang dulu begitu lemah.

Jadi kisah di film ini kisah sejenis  pagar yang makan tanamannya. Tapi apa mau dikata? Pendiri asalnya hanya bisa membuat McDonald tumbuh di satu lokasi saja. Di tangan Ray Croc McDonald menjadi franchise yang berskala global.

Kini karyawannya saja berjumlah 420 ribu orang. Total aseetnya senilai sekitar 7 billion dolar AS, atau setara dengan 100 trilyun rupiah.

Pahlawan atau penjahatkah Ray Croc? Tentu publik bisa bersilang pendapat. Namun saya memang menikmati terutama Cheeseburger McDonald ini.  Ini burger yang memang lezat dan tergolong murah, terlepas bahwa pemilik utamanya seorang guru suci atau monster.

Sambil menulis review ini, sengaja saya mengunyah kembali Cheeseburger McDonald.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement