REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Seorang pensiunan polisi Filipina, dalam dengar pendapat dengan Senat pada Senin (6/3), mengaku membunuh hampir 200 orang saat menjadi anggota pasukan jagal di bawah Presiden Rodrigo Duterte saat masih menjabat wali kota Davao.
Arturo Lascanas mengaku berbohong pada sidang sama untuk menyelidiki pembunuhan di luar hukum di bawah Duterte pada Oktober. Dia terpaksa berbohong karena khawatir akan keselamatan keluarganya dan mendapat perintah dari kepolisian untuk membantah semua hal.
Lascanas mengatakan membunuh 300 orang, sekitar 200 di antaranya saat menjadi anggota pasukan jagal Davao. Dia terakhir kali menewaskan orang pada 2015.
Selain itu, Lascanas juga mengungkap dua pembunuhan yang dia lakukan terhadap pengkritik Duterte setelah mendapat instruksi dari seorang pengawal Duterte yang saat itu masih menjadi wali kota. Lascanas, yang sempat menangis di depan media saat pertama kalinya mengungkap cerita rahasianya dua pekan lalu, adalah orang kedua yang bersaksi di hadapan Senat terkait dugaan keterlibatan Duterte terhadap pasukan jagal antinarkoba.
Pembela Duterte menolak tudingan tersebut dan menyebutnya sebagai rekayasa untuk merongrong sang pemimpin dan kebijakan antinarkobanya. "Saya khawatir akan keselamatan orang-orang yang saya cintai," kata Lascanas saat ditanya mengapa dia dulu berbohong mengenai keberadaan pasukan jagal.
Duterte sendiri telah berulangkali membantah telah terlibat dalam pembunuhan ekstrajudisial, baik sebagai presiden maupun selama 22 tahun menjabat sebagai wali kota Davao. Kepala Kepolisian Nasional Ronald dela Rosa, mantan kepala polisi kota Davao di bawah Duterte, menyebut keberadaan pasukan jagal tersebut sebagai mitos yang diciptakan oleh media.
Sementara itu, sejumlah kelompok pembela hak asasi manusia telah mendokumentasikan sekitar 1.400 pembunuhan mencurigakan di Davao saat Duterte masih menjadi wali kota. Mereka juga mengkritik kebijakan perang narkoba yang menimbulkan efek yang sama.
Sebelumnya, beberapa penyelidikan tidak menemukan bukti adanya hubungan antara Duterte dengan kasus-kasus tersebut.
Lebih dari 8.000 orang telah tewas di Filipina sejak Duterte menjabat sebagai presiden delapan bulan lalu.
Sebagian besar di antara korban adalah pengguna narkoba yang tewas di tangan sekelompok orang bersenjata misterius.
Polisi menolak tudingan pegiat, yang mengatakan mereka mendalangi pembunuhan di luar hukum tersebut. Mereka hanya mengaku bertanggung jawab terhadap 2.555 dari perkara itu, terutama saat terduga menolak penangkapan.