REPUBLIKA.CO.ID, Warga Desa Golat, Kecamatan Panumbangan, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, resah atas kegiatan penanaman kopi di areal lahan petak 59C di kawasan Gunung Sawal sejak 2014. Mereka menilai, kegiatan itu merupakan bentuk alih fungsi lahan. Adapun Perum Perhutani menegaskan, lahan tersebut legal untuk ditanami asalkan menenuhi prosedur.
Kepala Desa Golat, Koswara, mengungkapkan, ancaman banjir dan longsor di wilayahnya dapat dirunut berdasarkan sejarah. Ia diceritakan bencana banjir terjadi dalam periode 40 tahun sekali yaitu pada 1942 dan 1987. Bencana sebelumnya, kata dia, terjadi lantaran pola penanaman yang tidak tepat di areal Gunung Sawal. Ia khawatir bencana serupa akan kembali terjadi dalam beberapa tahun ke depan kalau alih fungsi lahan terjadi. Setidaknya ada 4.809 orang yang tinggal di Desa Golat.
"Setiap 40 tahun sekali suka ada bencana waktu tanya orang tua, makanya diminta hati-hati. Apa mau nunggu kayak Garut? Tidak ada antisipasi. Dulu tahun 87 karena tanam palawija, akhirnya palawija disetop. Masa harus menunggu bencana kan saya sayang masyarakat," katanya pada Republika.co.id, belum lama ini.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan desa secara mandiri atas dana PNPM Mandiri Pedesaan sekitar 2011 lalu, didapati hasil penyusutan sumber mata air selama lima tahun belakangan. Bahkan, ia mengklaim penyusutan air mencapai 17 persen. Tak berhenti sampai di situ, Edi selaku Kelompok Kerja Perduli Lingkungan Hidup Gunung Sawal menyebut kerentanan banjir di desanya mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.
"Misal penanaman padi yang bisa setahun tiga kali terganggu, air bersih kalau hujan turun lebat sebentar jadi keruh dan kotor, sumber air bersih berkurang dan ancaman longsor karena masyarakat tiap hujan was-was," ujarnya.
Terlepas dari potensi bencana itu, Edi mengatakan, sudah menempuh prosedur agar petak 59C itu ditutup yaitu dari tingkat bawah hingga KPH Ciamis. Tak puas dengan buntunya usaha itu, sejumlah warga Desa Golat sempat mendatangi Gedung DPRD Ciamis pada Rabu (23/2). Mereka mengadukan terkait penguasaan tanah negara di kawasan hutan konservasi (lindung) Gunung Sawal yang digunakan perkebunan kopi oleh salah seorang pengusaha.
Sebelumnya, terjadi perselisihan antara pihak pengusaha dengan sekelompok masyarakat setempat menyusul penggunaan lahan di kawasan hutan konservasi untuk perkebunan kopi. Masyarakat menuding adanya pembukaan lahan perkebunan kopi di kawasan hutan konservasi mengakibatkan kerusakan alam, diantaranya menyebabkan bencana longsor dan berpotensi terjadi banjir berskala besar. Mereka pun meminta pihak pengusaha untuk mengosongkan lahan tersebut dan kembali dilakukan reboisasi.
Koswara pernah menjadi korban atas usaha mengembalikan petak 59C menjadi lahan hijau. Ia dilaporkan ke Polsek Panumbangan atas tuduhan perusakan kebun kopi yang diduga dilakukan warga Desa Golat. Dalam laporannya, pengusaha atas nama H Lili menuding 15 ribu pohon kopinya dirusak saat warga melakukan kegiatan penghijauan. Koswara membantah pun membantah tuduhan tersebut.
"Saya ditekan ganti 100 juta ketika mediasi di Kecamatan justru ditekan akan dipidanakan, itu jadi masalah dan keresahan masyarakat. Akhirnya saya minta mediasi ke DPRD, datang sanggupi bawa 150 orang. Sebab belum tentu yang merusak warga saya, bisa saja dikambinghitamkan," katanya.