REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kementerian Perencanaan Pembangunan/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tahun ini mentargetkan beberapa wilayah di Kota Yogyakarta bebas dari kawasan kumuh. Dari 33 wilayah kawasan kumuh yang ada di bantaran kali di Kota Yogyakarta 12 wilayah diprioritaskan lolos dari predikat kumuh melalui program Kota Tanpa Kumuh.
Direktur Perkotaan Perumahan dan Permukiman Kementerian Perencanaan Pembangunan/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Tri Dewi Virgiyanti mengatakan, selain di Kota Yogyakarta pihaknya juga menggelar program yang sama di beberapa kota lain di Indonesia.
Tahun ini kata dia, Kota Yogyakarta menjadi bagian dari 249 kota dan kabupaten di Indonesia yang menjalankan program Kotaku tersebut. "Ini upaya pemerintah untuk menjadikan Kota Yogyakarta dan Indonesia bebas kumuh di 2019," ujarnya di Balaikota Yogyakarta saat mengunjungi Kota Yogyakarta, Selasa (7/3).
12 wilayah yang mendapat sentuhan program ini adalah kelurahan Klitren, Baciro, Bumijo, Tegalrejo, Kricak, Brontokusuman, Sorosutan, Purbayan, Prawirodirjan, Ngupasan, Pakuncen dan Pringgokusuman. Sebagian besar wilayah yang masuk dalam program ini berada di bantaran sungai.
Menurutnya setiap kelurahan yang masuk program ini akan memperoleh bantuan dana sebesar Rp 500 juta per tahun yang akan diberikan secara rutin tiap tahun hingga 2021 untuk mendukung berbagai program penataan kawasan kumuh yang sudah direncanakan wilayah.
Beberapa program yang bisa dibiayai dengan dana ini adalah proyek fisik, sarana dan prasarana, infrastruktur, sanitasi dan penataan lingkungan untuk penataan kawasan kumuh.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta Edy Muhammad mengatakan, akan berupaya memenuhi target nol persen kawasan kumuh dalam tiga periode dari 2017 hingga 2019.
Menurutnya, 21 kelurahan lain yang masuk kawasan kumuh akan menjadi prioritas selanjutnya. "Setiap tahun akan ada 10 kelurahan hingga 2019 kita targetkan semua masuk program," ujarnya.
Diakuinya, penataan kawasan kumuh diawali dengan penyusunan "detail engineering design" (DED) oleh warga di wilayah tersebut dengan mendasarkan indikator penataan yang sudah ditetapkan seperti jalan lingkungan, drainase, sanitasi, air minum, kebakaran, dan ruang terbuka publik.