Selasa 07 Mar 2017 16:59 WIB

Presiden Jokowi Sampaikan Pesan Sukarno

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) bersama Wapres Jusuf Kalla (kedua kiri), PM Australi Malcom Turnbull (kiri) dan Presiden Afrika Selatan Zacob Zuma (kanan) menabuh alat musik tifa ketika membuka KTT Indian Ocean Rim Association (IORA) ke-20 tahun 2017
Foto: Antara/Iora Summit 2017/Wahyu Putro A
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) bersama Wapres Jusuf Kalla (kedua kiri), PM Australi Malcom Turnbull (kiri) dan Presiden Afrika Selatan Zacob Zuma (kanan) menabuh alat musik tifa ketika membuka KTT Indian Ocean Rim Association (IORA) ke-20 tahun 2017

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo mengingatkan apa yang disampaikan oleh pendiri Republik Indonesia, presiden Sukarno, lebih dari setengah abad yang lalu saat memberikan  sambutan di pembukaan perhelatan KTT IORA  2017 di Jakarta Convention Center, Selasa, (7/3).

"Beliau (Sukarno) mengatakan, internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar dalam bumi nasionalisme.  Sebaliknya nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman sari internasionalisme," ujar Jokowi.

Tapi saat ini teknologi menyebabkan globalisasi menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindarkan. Dengan globalisasi membuat semua pihak semakin saling membutuhkan. "Kita butuh internasionalisme untuk menciptakan solusi-solusi atas hambatan, atas tantangan yang timbul akibat globalisasi," kata Presiden.

Namun, Jokowi mengingatkan sebagaimana yang diuraikan presiden Sukarno bahwa internasionalisme bangsa Indonesia, harus berakar pada bumi nasionalisme, yakni nasionalisme yang sehat, bijaksana dan menyampaikan kebenaran.

"Sebuah nasionalisme yang tulus yang berani melakukan yang terbaik untuk bangsa kita di jangka yang panjang, di jangka masa depan, bukan yang memancing atau terpancing emosi sesaat," ujar Jokowi.

IORA, kata dia, terselenggara pada saat yang kritis bagi perekonomian dunia dan bahkan bagi umat manusia. Saat ini dunia berada di tengah-tengah sebuah revolusi global. Pertama, sebuah revolusi teknologi yang tanpa belas kasihan telah mempenetrasi dan melakukan perubahan ke depan.

Kedua, sebuah revolusi politik yang berpotensi menandai permulaan sebuah era populisme. "Dan di saat yang kedua revolusi ini menyatu itu seperti dua cairan yang eksplosif, yang mengalir bertabrakan," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement