Selasa 07 Mar 2017 20:12 WIB

Tiga Pengepul Jadi Tersangka Kasus Penetapan Harga Cabai Rawit

Rep: Mabruroh/ Red: Nur Aini
Pembeli memilih cabai rawit di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Kamis (26/1). Harga cabai rawit merah ditempat itu dijual Rp 110 ribu per kg. Para pedagang mengaku, harga cabai rawit merah masih akan tinggi karena kurangnya pasokan.
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Pembeli memilih cabai rawit di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Kamis (26/1). Harga cabai rawit merah ditempat itu dijual Rp 110 ribu per kg. Para pedagang mengaku, harga cabai rawit merah masih akan tinggi karena kurangnya pasokan.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mabes Polri kembali menetapkan satu tersangka kasus monopoli harga cabai rawit merah, berinisial R. Penetapan tersangka ini menyusul tersangka sebelumnya berinisial SJN dan SNO.

"Ini sudah ada tiga tersangka," kata Kabagpenum Polri Kombes Martinus Sitompul di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (7/3).

R merupakan pengepul cabai rawit merah seperti dua tersangka sebelumnya. Para pengepul inilah yang bersekongkol menaikkan harga cabai.

Selain tiga tersangka itu, masih ada sembilan pengepul lainnya yang diduga memainkan peran yang sama. Mereka bukannya mendistribusikan hasil panen para petani cabai ke pasar induk tetapi justru berbelok kepada para perusahaan. "Adanya pengalihan penyaluran atau distribusi dari petani kemudian kepada pengepul, pengepul kepada supplier atau bandar kemudian kepada perusahaan," ujarnya.

Martinus mencontohkan, pasar induk Kramatjati biasanya membutuhkan 40 ton cabai rawit merah per hari untuk memasok kebutuhan pasar-pasar kecil dan masyarakat. Namun, saat ini mereka hanya mendapatkan 20 ton dari pengepul sehingga terjadi kelangkaan cabai rawit tersebut yang mengakibatkan harga mahal.

Selain itu hasil penelusuran penyidik, mereka menemukan adanya kesepakatan yang dibuat para pengepul tersebut untuk menentukan harga. "Ternyata ada kesepakatan dalam menetapkan harga. Itu yang diselidiki," kata dia.

Sehingga kepada tiga tersangka ini dikenakan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Di mana di dalam Pasal 5 itu disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dalam rangka menetapkan harga barang dan jasa yang harus dibayar konsumen.

"Inilah yang kemudian yang harus dibuktikan oleh penyelidik bahwa ada perjanjian-perjanjian yang dilakukan untuk menetapkan harga cabe itu," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement