Rabu 08 Mar 2017 11:58 WIB

Soal Kasus KTP-El, Indra Piliang Surati Pimpinan Golkar

Rep: Ali Mansur/ Red: Bilal Ramadhan
Politikus Partai Golkar Indra J. Piliang.
Foto: Antara
Politikus Partai Golkar Indra J. Piliang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pakar Partai Golkar, Indra J Piliang mengaku menyurati Ketua DPP Partai Golkar  Setya Novanto dan Ketua Dewan Pakar Partai Golkar, Agung Laksono untuk memberikan saran-saran.

Saran tersebut disampaikannya setelah adanya pemberitaan masif yang terkait dengan indikasi penyelewengan anggaran negara dalam proyek pengadaan Kartu Tanpa Penduduk Elektronik (KTP-el). Dalam surat itu, Indra J Piliang mengutarakan tujuh saran yang harus dipertimbangkan oleh Golkar, untuk menegakkan Ikrar Panca Bakti.

Saran pertama, Partai Golkar melakukan konsolidasi total secara menyeluruh dengan cara memperkuat sendi-sendi organisasi, ideologi kepartaian, serta membuang ego-ego sektoral dan perseorangan. Kedua, dilihat dari intensitas pemberitaan yang luar biasa, bisa dipastikan Partai Golkar akan mendapatkan dampak kerusakan yang paling parah dibandingkan dengan partai-partai politik lain.

"Sebab, partai-partai besar yang lain memiliki sosok-sosok yang pernah berkuasa selama sepuluh tahun atau sedang berkuasa saat ini," tulisnya dalam surat bertanggal Selasa (7/3) itu.

Kemudian untuk saran ketiga, Partai Golkar segera mengaktivasi segala kemampuan dalam menghadapi serangan dari luar yang menggoyahkan kehidupan berorganisasi, termasuk dalam menjalankan agenda-agenda yang sudah di depan mata.

Aktivasi itu berupa penggerakan seluruh kader guna melindungi simbol-simbol partai secara keseluruhan, baik dalam kapasitas pribadi, maupun organisasi, termasuk dalam membangun opini publik.

Selanjutnya, saran keempat, Partai Golkar melakukan moratorium konflik-konflik internal yang terjadi akibat selera atau pertimbangan pribadi semata, dengan memberikan kesempatan kepada Mahkamah Partai Golkar untuk mengambil keputusan pemutihan dan pemulihan nama-nama kader yang dianggap melanggar aturan organisasi yang tidak substantif.

Kelima, Partai Golkar segera membentuk Crisis Center Committee yang bertugas untuk menangani krisis yang kian membesar terkait dengan sejumlah nama petinggi Partai Golkar yang terlibat dalam kasus yang dimaksud. Crisis Center Committee ini melakukan kerja profesional guna mencegah dampak kerusakan yang kian parah dalam tubuh partai secara keseluruhan.

Keenam, belajar dari kehadiran organisasi dagang yang menjajah Hindia Belanda, yakni Vereenigde Oostindische Compagnie atauVOC, ternyata penyebab utama kebangkrutannya adalah korupsi. VOC yang berdiri pada 20 Maret 1602 dinyatakan bubar pada tanggal 31 Desember 1799. Selama hampir dua abad keberadaannya, organisasi para profesional ini ternyata meninggalkan utang.

"Sehingga seluruh asetnya diserahkan kepada pemerintahan Kerajaan Belanda. Otomatis, penjajahan Nusantara atas nama Kerajaan Belanda baru dimulai sejak 1 Januari tahun 1800," tambahnya.

Terakhir dia memberikan saran,  guna menghindari banyak analisa yang tidak perlu, apalagi sampai disamakan dengan VOC, maka diperlukan kerjasama semua pihak guna melindungi kepentingan partai secara keseluruhan. Tindakan oknum sama sekali bukanlah tindakan partai atau organisasi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement