REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivitas penyiaran, terutama lewat media radio dan televisi, berkembang pesat. Pola komunikasi di dunia Islam telah mengalami perubahan besar sejak munculnya penyiaran pada abad ke-20. Awalnya, pada 1910 hingga 1930 jumlah negara Islam yang merdeka dan mampu menyewa infrastruktur komunikasi nasional sendiri masih minim.
Dikutip dari Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, pertumbuhan radio dan televisi di dunia Islam melesat sejak Perang Dunia II dan berakhirnya era kolonial. Perkembangan sistem penyiaran di negara-negara Islam telah didorong oleh banyak faktor, termasuk munculnya sistem negara-bangsa modern dan nasionalisme, kebangkitan Islam dan identitas budaya, serta perluasan teknologi komunikasi sebagai alat mobilisasi sosial dan politik.
Tercatat negara Islam yang lebih awal merambah pengembangan radio, yaitu Mesir, Iran, dan Turki. Itu terjadi pada 1930-an. Keberadaan radio dimanfaatkan sebagai alat integrasi nasional, menyebarkan berita, informasi pemerintah, serta mempropagandakan negara dan ideologi. Kamal Attaturk di Turki dan Reza Syah Pahlavi di Iran menggunakan media massa, terutama radio, untuk memopulerkan nasionalisme.
Berbeda dengan radio, kemunculan televisi di negara-negara Islam terbilang lambat. Televisi baru diperkenalkan ke beberapa negara Islam pada akhir 1950-an dan awal 1960-an. Kehadirannya dimanfaatkan sebagai medium ampuh untuk informasi, pendidikan, dan hiburan. Tak ayal, pengenalan televisi telah menambah dimensi baru dalam sarana komunikasi tradisional di dunia Islam. Masjid menggunakannya untuk menyiarkan khotbah dan peristiwa agama lain kepada lebih banyak pemirsa.
Periode perkembangan penyiaran paling substansial di dunia Islam berlangsung antara 1970-an dan 1990-an. Jumlah pemancar radio dan televisi bertambah dua kali lipat di kebanyakan negara. Distribusi penerimanya pun meningkat, terutama di negara-negara Teluk Persia dan di Asia Tenggara.
Perkembangan politik, termasuk kebangkitan Islam sebagai kekuatan revolusi, berpengaruh besar terhadap penyiaran internasional di beberapa negara Islam. Iran dan Mesir termasuk penyiar internasional terdepan di dunia. Acara berbahasa Arab dipancarkan oleh Iran untuk dunia luar melebihi acara lain yang diluncurkan di dunia Islam. Dari segi penayangan program mingguan yang disiarkan, kedua negara itu berada pada urutan ketiga dan keempat di antara penyiar internasional besar setelah Inggris dan Rusia.
Sejak Perang Teluk pada 1991, tuntutan akan antena parabola telah melonjak di negara-negara Teluk dan Afrika Utara. Perekaman kaset video yang menggunakan teknologi televisi berdampak serupa pada dunia Muslim. Ketiadaan kendali pemerintah terhadap alat pemutar video dan kaset video telah menciptakan lebih banyak lagi masalah bagi kebijakan komunikasi nasional. Dalam iklim internasional yang terus berubah, tantangan komunikasi terbesar untuk dunia Islam adalah cepatnya perkembangan teknologi penyiaran modern dan kecenderungan menuju globalisasi media.
Di dunia Islam, baik radio maupun televisi, secara umum digunakan untuk menyebarkan budaya Islam demi legitimasi negara, tetapi tidak untuk menyebarkan praktik anti-Islam. Meskipun terdapat keragaman dalam dunia Islam dan sistem penyiarannya, kriteria moral dan etika Islam berpengaruh besar pada isi, produksi, dan distribusi media komunikasi modern, khususnya radio dan televisi. Pengendalian sistem penyiaran oleh negara dibenarkan atas dasar persatuan terhadap pengaruh asing dan pesan yang tak diinginkan.