REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Perwakilan sopir angkutan umum yang berunjuk rasa di depan Gedung Sate diterima beraudiensi dengan Pemprov Jawa Barat, Kamis (9/3). Dalam hal ini Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Jawa Barat Dedi Taufik menerima perwakilan sopir dan pengusaha angkutan yang menyampaikan aspirasinya.
Audiensi yang digelar di Gedung B Komplek Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung. Hasilnya disepakati akan dilakukan pengaturan angkutan umum berbasis aplikasi. Termasuk penindakan sesuai aturan yang berlaku.
Dedi mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat yang memiliki kewenangan penindakan. Di mana angkutan umum berbasis aplikasi juga harus memenuhi kewajibannya seperti angkutan lainnya.
"Melalui media kita lakukan sosialisasi melalui radio akan lakukan penegakan yang sesuai dengan Polda Jabar dan Dirlantas. Jelas UU 22/2009 ada aturan (angkutan umum) di situ dan ada persyaratan di situ. Itu yang akan dilakukan. Kami support penindakan itu," kata Dedi usai audiensi.
Dedi mengatakan angkutan umum berbasis aplikasi akan ditindak sesuai aturan yang berlaku. Meski demikian, mekanisme penindakan dikatakannya akan dikoordinasikan dengan Polda Jabar lebih lanjut.
Ia pun mengimbau para angkutan umum berbasis aplikasi untuk tidak beroperasi. Sebelum memenuhi persyaratan seperti dalam UU LLAJ seperti memiliki badan hukum, uji KIR, dan plat kuning sebagai bukti terdaftar angkutan.
"Mereka memang tidak berizin dan ada sanksi sesuai aturan yang ada. Sehingga diharapkan tidak melakukan pergerakan dan pelayanan," ujar Dedi.
Berkaitan dengan tuntutan pencabutan Permenhub Nomor 32 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, Dedi mengatakan pihaknya sudah pernah menyampaikan masukan untuk merevisi beberapa poin dalam aturan yang dikeluarkan Ignasius Jonan kala menjabat Menhub tersebut.
"Kita sudah usulkan beberapa poin intinya ada kesetaraan dan keadilan di dalam Permenhub 32 itu.
Ada badan hukum, ada pembatasan cc, ada pool dan sebagainya. Saya sudah berkirim surat," tuturnya.
Meski begitu, ujarnya, belum ada respons dari Kemenhub. Karenanya dalam waktu dekat pihaknya akan kembali berkoordinasi berkaitan poin-poin yang diusulkan agar memenuhi unsur keadilan bagi semua pihak.
Sebab, ia melihat tidak adanya aturan yang mengatur keberadaan angkutan umum berbasis aplikasi membuat jumlahnya semakin membludak. Hal ini tentu tidak baik karena kebutuhan masyarakat yang tidak bertambah besar.
"Secara fenomena yang ada, masyarakat (sopir) itu pendapatannya berkurang. Kita harus menjaga keseimbangan di situ. Jangan sampai demand segitu-gitu saja layanan makin banyak. Jadi demand sedikit tapi layanan makin banyak maka tidak menjaga pertumbuhan ekonomi," katanya.