REPUBLIKA.CO.ID, Mama, mama..Kaki bapak itu kenapa? Kok beda sebelah?” Wanita berumur 30 tahun itu, Mesiniat Zendrato, tersenyum mendengar pertanyaan putrinya. Wajar putrinya merasa heran. Mereka memang sedang berada di workshop Kaki Palsu Than Must Soegenk di Mojokerto. Di tempat ini ada banyak orang yang memesan pembuatan kaki palsu.
“Itu kaki palsu, sayang. Biar mereka bisa jalan. Nggak pakai tongkat lagi. Kayak Mama. Bentar lagi juga pakai itu. Biar bisa pakai sepatu lagi,” katanya.
Putrinya yang bernama Blessing Dela Kasih itu pun menggangguk sembari tersenyum melihat kaki mamanya yang sebelah kanan. Sejak masih bayi, kaki sebelah kanan Mesiniat Zendrato memang sudah cacat akibat kecelakaan. Sudah 30 tahun lamanya. Selama itu pula ia berusaha berjalan sekuat tenaga meski harus menahan sakit bila terlalu jauh jarak yang harus ditapak.
“Sakit sekali kalau tidak pakai alas. Tapi kan memang bentuknya nggak mungkin pakai sepatu. Jadi harus ditahankan,” katanya.
Beruntung, suaminya, Alfred Zebua tidak mengharuskannya bekerja demi membantu mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari. Ia hanya mengurus rumah tangga dan menjaga anaknya di rumah. Setiap pagi ia akan mengantarkan anaknya bersekolah di Taman Kanak-kanak (TK) Indiasana di daerah Johor Bahru, sekitar satu kilometer dari rumahnya yang berada di Kramat Jaya, Jakarta Pusat.
“Pagi saya antar. Nanti siangnya saya lagi yang jemput. Naik sepeda. Soalnya jauh. Kalau jalan, sakit sekali. Kalau udah ada kaki palsu ini, mudah-mudahan jadi terbiasa,” kata wanita asal Kepulauan Nias, Sumatra Utara ini.
Ia sangat bersyukur akhirnya keinginannya menggunakan kaki palsu bisa terwujud dari bantuan donasi konsumen Alfamart. "Banyak orang seperti saya (membutuhkan kaki palsu) di luar sana. Pasti bantuan konsumen Alfamart ini akan sangat membantu. Apalagi untuk orang yang tidak mampu," katanya.
Tak banyak yang diinginkannya dengan kaki palsunya. Meski begitu, ia menyimpan asa. Suatu saat nanti, kalau tabungannya dan suami sudah cukup, ia ingin pulang kampung ke Nias. “Sudah enam tahun di Jakarta. Mau nabung dulu. Biar pulang kampung. Kan kalau udah bisa jalan gini, nggak sakit lagi meski perjalanan jauh. Tapi tunggu tabungan cukup dulu lah,” katanya sambil tertawa kecil.
Meski keinginan untuk pulang kampung belum terwujud, ia mengaku sudah sangat gembira. Paling tidak kini ia bisa merawat anaknya dengan baik, mengantarkannya ke sekolah setiap hari dan mengurus rumah tangganya selagi suaminya tercinta bekerja demi memenuhi kebutuhan mereka. “Bisa bawa anak saya jalan jauh. Belanja atau bermain di taman ya. Sudah cukup lah. Bisa berjalan sejauh itu saja dan tidak merasa sakit pun, sudah membuat saya bahagia,” katanya.