REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengajar komunikasi politik Universitas Brawijaya, Anang Sujoko, melihat pertemuan Presiden Joko Widodo dan presiden Keenam Susilo Bambang Yudhoyono akan membuat kondisi politik lebih dingin. Jika dilihat budaya Indonesia yang ketimuran, kata dia, pertemuan ini menjadi tanda atau simbol kerukunan antarelite.
"Terlebih di Twitter Pak SBY mengkritisi pemerintahan Pak Jokowi saya melihat sikap bijak Pak SBY ketika bertemu Pak Jokowi itu sendiri," kata Anang, Jumat (10/3).
Walaupun begitu, kata Anang, pertemuan ini tidak bisa dilepaskan dari konteks Pilkada DKI Jakarta putaran kedua. Ia mengatakan, saat ini meskipun pertemuan tidak mengarahkan ke Pilkada DKI. Banyak pengamatan yang tujuan membuka pintu kedua. Artinya keduanya bertemu lalu hasil pertemuan tersebut diteruskan.
Tongkat komando memang ada di SBY dan Jokowi. Namun, yang akan menjalankan apa yang diputuskan dalam pertemuan tersebut bukan mereka berdua. "Kalau dari beberapa survei ada kecenderungan ini ada keunggulan dari sisi pasangan calon nomor tiga," kata Anang.
Selain itu, permasalahan yang mendera pasangan calon nomor dua pun belum juga selesai. Tentu membuat kepanikan pasangan calon nomor dua. "Banyak agenda-agenda kalau sampai paslon dua mengalami kekalahan itukan banyak agenda batal dan itu resikonya tinggi maknya dibutuhkan lobi tingkat tinggi," kata Anang.
Salah satunya, kata Anang, menampilkan pertemuan antarpresiden dan mantan presiden, yang saat ini, SBY memberi komando atas paslon nomor satu yang tidak masuk ke putaran kedua.