Sabtu 11 Mar 2017 15:43 WIB

Fadli: Mundurnya Presiden Korsel Bisa Jadi Pelajaran Bagi Indonesia

Rep: Ali Mansur/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon.
Foto: dpr
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Fadli Zon mengatakan mundurnya Presiden Korea Selatan (Korsel) Park Geun-Hye bisa menjadi pelajaran bagi pemimpin agar tidak menyalahgunakan kekuasaan. Apalagi ketika kekuasaannya digunakan untuk mendatangkan kepentingan golongan dan pribadi.

Fadli menilai, meski menimbulkan guncangan politik, peristiwa di Korsel itu menunjukkan jalannya mekanisme demokrasi di negara tersebut. "Pengawasan, transparansi, dan penegakkan hukum dapat dilakukan terhadap siapa saja. Termasuk juga kepada Presiden sebagai penguasa. Hukum ditegakkan tanpa memandang status politik dan posisi," jelasnya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (11/3).

Politikus Partai Gerindra itu mengatakan bahwa fenomena bribe and extortion, atau praktik yang lazim disebut dengan crony capitalism,itu sebagaimana yang menjadi pemicu mundurnya Park Geun-Hye, juga masih massif terjadi di negara-negara berkembang dan maju, termasuk juga di Indonesia. 

Fadli memberikan contoh, data yang dirilis The Economist, crony capitalism index di Indonesia masih sangat tinggi. Posisi Indonesia di tahun 2016 meningkat ke peringkat ke-7 di dunia dibanding di tahun 2014 pada posisi ke-8.

"Data ini menggambarkan bahwa di Indonesia praktik bisnis yang memanfaatkan pengaruh lingkaran kekuasaan negara, masih cukup tinggi dan bahkan memburuk dalam dua tahun terakhir," ujarnya.

Menurut Fadli Zon, meningkatnya praktik crony capitalism tersebut, juga turut berkontribusi pada tingginya gap kesenjangan di tengah masyarakat Indonesia. Sehingga, meskipun terjadi pertumbuhan ekonomi, namun pertumbuhannya tidak inklusif.

Tidak ada pemerataan kesejahteraan. Berangkat dari peristiwa di Korea Selatan ini, Fadli Zon juga mengingatkan agar penguasa di Indonesia tidak menjalankan kekuasaannya di luar mandat yang telah digariskan konstitusi. Di era yang semakin terbuka, kontrol politik terhadap penguasa akan semakin kuat. Tidak hanya kontrol dari parlemen, namun juga pengawasan dari masyarakat luas.

Sebelumnya, pada  Jumat 10 Maret 2017, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan secara resmi mengukuhkan pemberhentian Presiden Korea Park Geun-Hye yang dimakzulkan parlemen.

Atas keputusan ini, Park Geun-hye kemudian mundur dari jabatannya. Park Geun-hey dimakzulkan parlemen karena dugaan keterlibatannya dalam skandal yang melibatkan teman dekatnya Choi Soon-sil. Choi telah didakwa dengan penyuapan dan korupsi karena diduga menekan perusahaan besar untuk memberikan uang sebagai imbalan untuk pemerintah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement