REPUBLIKA.CO.ID, Ada satu hal yang tidak bisa dilupakan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin ketika masih menjadi seorang santri. Apalagi, ketika dirinya meresmikan Pondok Pesantren Darurrahman yang kini pindah lokasi di kawasan Cipedak, Jagakarsa. Sebelumnya, pesantren yang diasuh KH Syukran Makmun ini berada di Jalan Senopati Dalam Kebayoran Baru.
Kembali ke Pondok Pesantren Darurrahman, Lukman mengaku merasa seperti kembali ke rumahnya sendiri. Di hadapan para ulama, habaib, serta ribuan santri dan alumni yang hadir, Lukman mengenang saat dirinya menjadi santri kalong di Darurrahman.
"Saya merasa Darurrahman ini seperti rumah sendiri. Tahadduts bin-nikmah, sekitar tahun 1977 1978, saya sempat mengenyam pendidikan di Darurrahman. Saya sempat mondok di Darurrahman, meskipin saat itu istilahnya santri kalong. Karena saya sekolah formalnya di daerah Mayestik, tapi dari hari Senin sampai Jumat saya mondok di Senopati," kenang Lukman disambut tepuk tangan hadirin, Jagakarsa, Sabtu (11/03).
Istilah santri kalong dikenal di dunia pesantren sebagai sebutan bagi para santri yang ikut belajar dan mengaji, tetapi tidak tinggal di pesantren. Hal itu karena mereka bertempat tinggal di daerah dekat pesantren sehingga bisa pulang pergi ke rumahnya masing-masing.
Belajar di pesantren Darurrahman, lanjut Menag, juga menjadi awal perkenalannya secara langsung dengan kehidupan pesantren. Saat itu, Menag menjalani proses pergumulan perdananya dengan kajian kitab kuning dalam pengertian sesungguhnya.
"Di rumah sama orang tua ngaji juga. Tapi karena sama orang tua sendiri, kadang waktunya tidak beraturan," candanya.
Menag mengaku, bersyukur bisa ikut menyaksikan peresmian Pesantren Darurrahman yang memiliki sejarah panjang dalam membentuk generasi muda muslim dan meningkatkan kualitas kehidupan dan pendidikan keagamaan di Indonesia. Dalam rentang waktu empat puluh tahunan, Darurrahman mampu mengembangkan diri dan terus memberikan sumbangsih dan makna dalam menjaga jatidiri bangsa yang religius.
Dalam kesempatan itu, Menag memberikan bantuan pembangunan perpustakaan kepada Pesantren Darurrahman senilai Rp 180 juta. "Pemerintah mengapresiasi dan terus berupaya mengembangkan pesantren agar ke depan semakin mampu memberikan manfaat keberadaanya bagi masyarakat," ujarnya.
Mewakili pesantren, Muhammad Faiz Syukron Makmun mengaku terharu bisa berkumpul dengan para ribuan santri dan alumni di tempat baru. Menurutnya, memindahkan pesantren dan bersosialisasi dengan masyarakat bukan sesuatu yang mudah.
Kiai Faiz juga menyampaikan terima kasih atas dukungan yang diberikan alumni dan masyarakat. Untuk acara peresmian saja, lanjut Faiz, semua sarana dan prasarana disiapkan alumni pesantren.
Ikatan alumni
Jalan M Kahfi II Jagakarsa, Sabtu (11/03) pagi ini terasa lebih padat dan macet dibanding biasanya. Ratusan bus dan mobil sudah terparkir di lapangan, sementara masih banyak lainnya yang membentuk kemacetan di jalan raya.
Sayup alunan shalawat terdengar seiring pembacaan Kitab ad-Dibai oleh para santri dan kiai di Pesantren Darurrahman yang berjarak sekitar 500 meter dari area parkir. Sebentar berjalan, pengunjung disambut pagar ayu para santri puteri berbaris. "Assalamu'alaikum, ahlan wa sahlan, selamat datang di Darurrahman," demikian ramah sapa mereka.
Hari ini, Pondok Pesantren Darurrahman yang sekarang berlokasi di Cipedak Jagakarsa diresmikan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Sebelumnya, pondok pesantren yang diasuh KH Syukran Makmun ini terletak di kawasan segitiga emas Jl. Senopati Dalam Kebayoran Baru. Kini, pesantren yang sudah berdiri sejak 40 tahun lalu itu pindah ke lokasi baru.
Pengunjung yang umumnya alumni pesantren Daurrahman terus berdatangan. Semakin siang, semakin banyak tamu yang datang. Bak barisan tentara semut yang dipimpin Sang Ratu untuk mendatangi lokasi baru yang penuh gula dan manisan, ribuan santri dan alumni berdatangan memenuhi ruang-ruang yang telah disiapkan.
"Kiai bagi santri memang bak lautan madu yang manis dengan gelombang ilmu dan hikmahnya," gumamku mengiringi merdu bacaan Ad-Dibai yang menggemakan senandung pujian kemuliaan Nabi Muhammad Saw.
"Qiila huwa Adam? Qaala Adamu bihi uniiluhu 'alal maraatib?" (Apakah Nur itu adalah Adam? Bukan, Adam bahkan karenanya mendapat derajat yang tinggi)," demikian salah satu penggalan syair Ad-Dibai yang dibaca mengilustrasikan kemuliaan sang Penutup Nabi.
Sementara para alumni terus berdatangan, para santri sibuk membawa gunungan makanan yang datang tanpa diduga. Bahasa agamanya, rizqun min haitsu laa yahtasib.
Kok bisa? Yaaa... Ribuan alumni yang sudah berkiprah di tempat masing-masing tidak mau datang dengan tangan hampa. Mereka membawa apa yang bisa dibawa, mulai dari makanan ringan sampai pada gulai kambing dengan santan kental.
Sambutan KH Muhammad Faiz Syukran Makmun mewakili para pesantren pun mengkonfirmasi. Mengaku terharu karena bisa berkumpul kembali dengan ribuan alumni di tempat baru, Kiai Faiz menyampaikan terima kasih atas dukungan yang telah diberikan. Kiai Syukron memberi tahu kalau akan ada 12 ribu orang yang hadir.
Dalam konteks berbeda, sambutan Kiai Faiz membawa angan pada kisah KH Imam Ghazali Said (Pengasuh Pesantren Mahasiswa An-Nur Surabaya) sebagaimana dirilis pada salah satu media online tentang dialog KH Sahal Mahfudz, Gus Dur, dan Gus Mus dengan Syaikh Bin Baz, Ketua Komisi Fatwa Arab Saudi. Saat itu, ada empat hal yang ditanyakan Syaikh Bin Baz, dan semuanya bisa dijawab Kyai Sahal dan lainnya. Hanya satu yang tidak, saat mereka ditanya soal berapa anggaran yang disiapkan untuk Nahdlatul Ulama, organisasi sebagian besar para pengasuh pesantren di Indonesia? Mereka hanya tersenyum dan tidak menjawabnya.
"Wadla'aitil Habiba Shalallahu alaihi wasallam saajidan, syaakiran, haamidan, ka'annahul badru fi tamaamih," senandung para pembaca Dlibai terdengar merdu di panggung utama di lanjutkan dengan senandung shalawat.
Marhaban yaa nural 'aini, marhaban-marhaban. Marhaban Jaddal Husaini, Allah marhaban-marhaban, shalawat terus menggema, memberi nuansa kerinduan terhadap Insan Kamil Muhammad. Nuansa kehidupan santri yang indah di dengar, nikmat dilihat. Sebuah gambaran yang mengingatkan pada salah satu tulisan Azyumardi Azra, bahwa Islam Indonesia adalah Islam yang penuh warna.
Teriring doa dan harapan, serta shalawat Nabi, pembacaan Ad-Diba'i yang menjadi pembuka acara Peresmian Pondok Pesantren Darurrahman ini ditutup dengan Alfatihah.