REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Sebanyak dua petugas Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) di bidang program pangan berkewarganegaraan Malaysia yang berada di Korea Utara (Korut) diizinkan meninggalkan negara itu, Kamis (9/3). Hingga saat ini, masih terdapat sekitar sembilan warga Malaysia lainnya yang masih berada di sana.
Sembilan diantaranya adalah tiga pekerja Kedutaan Besar Malaysia untuk Korut dan keluarga mereka. Seluruhnya saat ini diyakini masih berada di kantor diplomatik tersebut di Ibu Kota Pyongyang dan menunggu hingga proses negosiasi dua negara selesai dilakukan.
Hingga saat ini Kepolisian Malaysia telah melakukan penangkapan terhadap tersangka yang diyakini menyerang saudara seayah Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, Kim Jong-nam secara langsung, yaitu Doan Thi Huong dari Vietnam dan Siti Aisyah dari Indonesia. Keduanya saat ini didakwa atas pembunuhan dengan menggunakan racun saraf mematikan, VX nerve agent.
Baca: Malaysia dan Korut akan Gelar Pembicaraan Resmi
Dalam keterangan tersangka, mereka diminta untuk melakukan adegan salah satu acara lelucon di televisi. Hingga saat ini, polisi masih melakukan pencarian terhadap tujuh tersangka lainnya yang merupakan warga Korut. Salah satunya adalah pejabat di kedutaan besar negara itu untuk Malaysia.
Pemerintah Korut diyakini berada di balik pembunuhan Kim Jong-nam. Meski demikian, pihak berwenang Malaysia belum memberikan keterangan mengenai dugaan itu.
Sementara itu beberapa waktu lalu, puluhan pekerja dan aktivis Indonesia memprotes tuduhan pembunuhan, Siti Aisyah. Aksi protes dilakukan di depan Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta.
Kelompok serikat buruh dan beberapa kelompok Islam meminta pemerintah Indonesia dan masyarakat internasional untuk menyelidiki pembunuhan Kim Jong-nam. Mereka juga mengatakan bahwa Indonesia akan berjuang membebaskan Siti Aisyah.
Salah satu pembicara pada protes mengatakan kepada bahwa Siti Aisyah bukan pelaku dan hanyalah korban. Para pengunjuk rasa juga melambaikan bendera hijau dan mengangkat spanduk yang bertuliskan "Siti Aisyah hanya korban dari kepentingan dan konspirasi politik."