REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warga RT09/RW05 Kelurahan Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan, menyayangkan adanya pemberitaan yang salah terkait jenazah Nenek Hindun yang dikabarkan ditolak untuk dishalatkan di musala setempat.
Syamsul Bahri, salah seorang warga RT 09 mengatakan, ia khawatir kesalahan berita tersebut dijadikan komoditas politik oleh pihak-pihak yang berkepentingan di Pilkada DKI.
"Kita nggak mau nanti dimanfaatkan untuk kepentingan politik," kata dia kepada wartawan, Sabtu (11/3).
Sebab, kata dia, dari kesalahan pemberitaan itu kental akan muatan dan kepentingan politik. Selama ini ia mengakui warga RT09 tidak pernah membeda-bedakan hubungan ketetanggaan dengan urusan politik.
Terkait jenazah yang tidak disholatkan di Musala Almukminun, menurutnya, bukanlah hal yang perlu dipermasalahkan. Keinginan pihak keluarga yang ingin jenazah dimakamkan hari itu juga menjadi alasan almarhumah disholatkan di rumah duka.
"Warga sudah tawarkan untuk dimakamkan besok, tapi keluarga tidak mau, jadi biar cepat jenazah disholatkan di rumah," paparnya.
Syamsul pun lantas mempertanyakan sebenarnya siapa pihak yang pertama kali mengaitkan urusan kepengurusan jenazah ini dengan politik. Padahal, kata pria yang menjadi petugas pengawas di TPS RT09 ini, faktanya warga ikut mensholatkan jenazah almarhum di rumah duka.
Ia pun menyayangkan kalau ada pihak dari keluarga almarhumah yang berusaha mengaitkan hal ini ke urusan politik dan berusaha mengangkat di media. Akibatnya sekarang hubungan pihak keluarga almarhum dengan warga mulai renggang karena pemberitaan yang salah, dan upaya mengaitkan hal ini dengan urusan politik.
Sebelumnya putri bungsu nenek Hindun, Sunengsih alias Neneng (47) dalam pemberitaan sebelumnya menyayangkan sikap pengurus musala dan RT setempat yang tidak ingin menyolatkan jenazah almarhum ibunya di Musala Almukminun.
Pemberitaan soal ini pun berkembang dengan mengaitkan pilihan politik keluarga Neneng dan almarhumah yang memang dikenal cenderung memilih pasangan nomor urut 2, Ahok-Djarot. Dan mengaitkan spanduk penolakan menyolatkan jenazah pendukung penista agama yang dipasang di masjid yang tidak jauh dari kediaman almarhum.