REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahiyangan, Asep Warlan Yusuf, menyampaikan tak adanya calon hakim Mahkamah Konstitusi yang berasal dari kalangan partai politik tak menjamin akan menghasilkan hakim MK yang bersih dari korupsi.
"Kalau jaminan, saya tidak bisa mengatakan jaminan. Toh mereka bukan malaikat," kata Asep saat dihubungi, Ahad (12/3).
Hal yang terpenting, kata dia, rekam jejak para calon hakim MK haruslah diketahui. Para calon hakim MK haruslah memiliki rekam jejak yang dapat dipercaya dan memegang amanah saat terpilih menduduki kursi hakim MK.
Asep menyampaikan, mengetahui rekam jejak para calon sangat penting dilakukan lantaran menunjukkan berbagai aspek dari calon yang mendaftar. Hal itu termasuk aspek reputasi calon hakim MK serta berbagai karyanya terutama di bidang hukum yang dapat dijadikan sebagai media untuk mengetahui pengetahuan para calon.
"Track record menunjukan banyak aspek reputasi dan karya dia yang menunjukan pengetahuannya, apakah dia pernah cacat hukum dan etika atau tidak, apakah dia punya pengalaman gak dalam bidang hukum, kalau tidak menguasai betul tidak dipilih," kata dia.
Dari 12 nama yang berhasil lolos dalam seleksi tahap pertama, terdapat nama guru besar tata negara Universitas Andalas Saldi Isra dan mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf.
Menurut Asep, yang juga mendalami di bidang hukum seperti halnya Saldi Isra, Saldi merupakan sosok yang memiliki kompetensi yang tinggi. Begitu juga dengan nama Muhammad Yusuf. Asep mengatakan, keduanya memiliki pengalaman di bidang hukum serta memiliki jejaring yang luas.
"Tidak hanya sekedar bagus tapi dia punya minat. Kalau lihat dari track record mereka dapat dipercaya. Mudah-mudahan kalau duduk amanat itu dipegang teguh untuk menjaga reputasi dan tokoh yang dipercaya publik," ujar Asep.
Panitia Seleksi (pansel) hakim Mahkamah Konstitusi telah mengumumkan 12 nama yang lolos seleksi tahap pertama. Berikut 12 orang yang lolos seleksi administrasi dan penilaian karya tulis:
1. Saldi Isra, guru besar tata negara Universitas Andalas
2. Muhammad Yusuf, mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
3. Rasyid Thalib, dosen hukum tata negara Universitas Tadulako.
4. Bernard L Tanya, pengajar hukum Universitas Nusa Cendana, Kupang.
5. Chandra Yusuf, advokat pada kantor pengacara Chandra Yusuf and Associates Law Firm.
6. Eddhi Sutarto, konsultan manajemen hukum perusahaan dari kantor pengacara Eddhi Sutarto dan Partners.
7. Wicipto Setiadi, mantan Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM.
8. Hotman Sitorus, Kasubdit Penyiapan dan Pendampingan Persidangan Bidang Politik, Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Keamanan Kemenkumham.
9. Krishna Djaya Darumurti, pengajar hukum tata negara dan hukum administrasi negara Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga,
10. Mudji Estiningsih, Widyaiswara Lembaga Administrasi Negara.
11. Muhammad Yamin Lubis, guru besar hukum agraria Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
12. Muslich KS, pengajar hukum Islam Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Setelah lulus seleksi tahap pertama, mereka diwajibkan untuk mengikuti pemeriksaan kesehatan di RS Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto pada 14 Maret 2017. Tes selanjutnya adalah wawancara terbuka di ruang Serbaguna Kementerian Sekretariat Negara pada 27 dan 29 Maret 2017.