Senin 13 Mar 2017 13:39 WIB

Sekolah Swasta Lebih Rentan Terhadap Aksi Klithih

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Winda Destiana Putri
Pelajar Muhammadiyah mengiringi pemakaman Korban Klithih, Adnan Wirawan Ardiyanto di Dusun Bayen, Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Rabu (14/12).
Foto: Republika/Rizma Riyandi
Pelajar Muhammadiyah mengiringi pemakaman Korban Klithih, Adnan Wirawan Ardiyanto di Dusun Bayen, Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Rabu (14/12).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Aksi tawuran pelajar atau klithih masih marak terjadi di Yogyakarta. Bahkan peristiwa klithih terbaru terjadi kemarin (12/3) dan menyebabkan seorang pelajar meninggal dunia. Ketua Satgas Kenakalan Remaja Muhammadiyah, Endra Wibisana mengatakan, pelajar pelaku klithih kebanyakan berasal dari sekolah swasta.

“Setelah kami bandingkan, jumlah pelaku klithih dari sekolah swasta memang lebih banyak dari pada sekolah negeri,” katanya saat ditemui pada Konfrensi Pers di Jalan Monjali, Senin (13/2). Maka itu ia menyimpulkan, pelajar di sekolah swasta jauh lebih rentan untuk menjadi pelaku dan sasaran klithih.

Meski demikian, menurutnya, aksi klithih bisa saja terjadi pada semua kalangan. Termasuk orang dewasa dan anak-anak non-pelajar. Namun demikian, biasanya klithih dilakukan oleh kelompok menengah ke bawah. Di mana secara ekonomi, mereka tidak memiliki cukup uang.

“Namun mereka memiliki energi yang banyak yang tidak tersalurkan. Akhirnya karena tidak ada sarana yang baik mereka melampiaskannya pada tindak kekerasan,” kata pria yang merupakan anggota Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) DIY itu. Guna menanggapi fenomena klithih yang semakin menjadi-jadi, KAHMI pun berencana untuk menggelar Focus Group Discussion (FGD).