REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan ledakan bom di Cicendo, Bandung adalah aksi balas dendam. Mereka bahkan menargetkan beberapa lokasi yang akan menjadi tempat ledakan selanjutnya.
"Ini aksi balas dendam yang mereka tunjukan dengan melakukan serangan balik ke markas petugas," kata Boy di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (13/3).
Boy menerangkan aksi tersebut sebagai bentuk perlawanan yang dilakukan kelompok teroris kepada petugas. Mereka, sebelum meledakkan bom telah melakukan survei terlebih dahulu.
Terbukti, keterangan dari tersangka Agus, dia bersama tersangka Yayat mensurvei beberapa lokasi terlebih dahulu. Salah satunya adalah Polda Jawa Barat, Polres Cianjur, Pos Polisi Buah Batu dan Gagerkalong.
"Ada beberapa target yang dilakukan sebagai sasaran aksi ini, kepolisian Polda Jabar, Polres Cianjur, kepolisian di Buahbatu, dan gegerkalong," kata Boy.
Lokasi-lokasi tersebut lanjut dia yang akan menjadi target selanjutnya. Akan tetapi, petugas berhasil melakukan deteksi dini dengan mengamankan keterlibatan dua tersangka lainnya, Agus dan Soleh.
Agus, sehari-hari bekerja sebagai tenaga ahli listrik sedangkan Soleh sebagai penjual susu keliling. Saat ini, keduanya sudah berada di Mako Brimob, Kelapadua, Depok. Adapun barang bukti yang berhasil diamanahkan yakni sebuah panci, 5 batere, kabel, beklin, pembersih lantai, asam nitrat, peroksida sebanyak 12 kilogram yang telah dilakukan disposal,termometer dan tas ransel.
Untuk diketahui, ledakan itu sendiri terjadi di lapangan Pandawa, Cicendo, Bandung, pada (28/2) lalu. Pelaku atas nama Yayat Cahdiyat segera melarikan diri ke sebuah kantor kelurahan di dekat lokasi.
Anggota kepolisian Polda Jawa Barat dan Densus 88 segera mengepung kantor kelurahan itu. Selang dua jam pasca kejadian, pelaku berhasil diringkus. Sayangnya, nyawa pelaku tidak tertolong dan meninggal dunia. Saat ini jenazah masih berada di RS Polri Kramatjati, Jawa Timur.
Pelaku merupakan mantan narapidana pelatihan militer di Aceh pada 2012 silam. Yayat dan dua kawannya ini merupakan jaringan teroris Jamaah Anshorut Daulah (JAD). Usai bebas tahun 2014, JAD terbentuk dan mendeklarasikan diri di Malang di tahun yang sama. Sehingga membuat Yayat yang baru keluar dari rutan ikut kembali tergabung masuk dalam jaringan.
"Kita tahu JAD 2014, masa-masa dia selesai deklarasi di Malang dilakukan, jadi ini proses pasca bebas yang akhirnya mempertemukan mereka kembali dengan semangat radikalisme yang dikembangkan kembali," kata Boy.